
Permasalahan lainnya menurut Azril adalah terkait pengelolaan situs-situs cagar budaya yang masih tumpang tindih dan tidak konsisten. Menurutnya, hal tersebut menyebabkan pengelolaan dan pengembangan situs-situs cagar budaya di Indonesia menjadi tidak berkelanjutan.
“Dari pengelolaannya saja sudah tidak konsisten, ada Kementerian Pariwisata, Kementerian PUPR, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lalu ada juga Kementerian Sosial. Pengelolaannya jadi tumpang tindih,” tutur Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) tersebut.
Menurut Azril, idealnya situs cagar budaya diurus oleh lembaga yang terdiri dari ahli-ahli sejarah yang mengerti sepenuhnya tentang warisan budaya yang berasal dari nenek moyang asli Indonesia. Karena menurutnya di DKI Jakarta sendiri, banyak sekali bangunan tua buatan Belanda yang diaggap sebagai bangunan cagar budaya.
“Seharusnya ada tim-tim ahli yang sengaja dibentuk untuk mengurus hal ini (cagar budaya). Ahli-ahli sejarah, yang tau betul warisan yang asalnya dari nenek moyang kita, bukan dari Negara lain,” tutur Azril.
Untuk pengembangan wisata cagar budaya di DKI Jakarta, Azril menyarankan kepada Pemprov dan Disparbud DKI Jakarta untuk menggali kembali potensi-potensi budaya Betawi yang mulai tenggelam. Situs-situs cagar budaya seperti Setu Babakan, Rumah Si Pitung, ataupun Kampung Betawi Condet perlu diperhatikan lagi. Obyek-obyek tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk dapat menarik wisatawan.
“Ya saran saya kepada pemerintah, carilah potensi budaya yang asli, gali dulu yang kita punya, kembangkan budaya Betawi. Buatlah cagar budaya berbentuk rumah betawi yang masih asli, dilengkapi dengan kuliner-kuliner khas, dan kesenian khas asli Betawi, Intinya, potensi budaya asli Jakarta yang ada terus dijaga jangan sampai hilang,” imbuh Azril.
Simak juga video menarik berikut
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News