
GenPI.co - Peristiwa bocornya data eHAC Kemenkes beberapa waktu lalu memperlihatkan adanya respon lambat dalam menangani kebocoran data.
Tim IT Kemenkes yang sudah mendapatkan laporan kebocoran tidak segera bergerak, akhirnya sebulan setelah laporan pertama dan kedua tidak ditindaklanjuti Kemenkes, pelapor mengirimkan laporan ke BSSN dan langsung ditindaklanjuti.
Kasus ini membuktikan bahwa keamanan siber masih menjadi hal yang baru dan asing bagi lembaga pemerintah di Indonesia.
BACA JUGA: Gaduh Bocor, BSSN Pastikan Data eHAC Masih Aman
Karena itu dibutuhkan CSIRT atau Computer Security Incident Response Team, sebuah divisi atau badan khusus yang bertugas melakukan mitigasi saat ada peretasan .
Dalam keterangannya Kamis (14/10), pakar keamanan siber Pratama Persada menjelaskan bahwa CSIRT sangat krusial di era digital saat ini. Karena perlu ada yang bertanggungjawab disetiap lembaga saat terjadi serangan siber dan kebocoran data.
BACA JUGA: Suara Lantang Pakar Keamanan Siber soal Kebocoran Data eHAC
“CSIRT melakukan tugas monitoring, menerima, meninjau dan menanggapi laporan dan aktivitas insiden keamanan siber. Tim ini dibentuk dengantujuan untuk melakukan penyelidikan komprehensif dan melindungi sistem atau data atas insiden keamanan siber yang terjadi pada sebuah organisasi,” jelas Pratama dalam keterangan resminya, Kamis (14/10).
Ditambahkan olehnya, dengan adanya CSIRT maka bisa dilakukan mitigasi dan respons secara strategis. Lalu juga bisa membangun saluran komunikasi yang dapat dipercaya, memberikan peringatan dini kepada masyarakat dan Kementerian/ Lembaga tentang dampak yang akan dan sudah terjadi.
BACA JUGA: Waduh, Data Pribadi Pengguna Aplikasi eHAC Kemenkes Diduga Bocor!
Salah satu yang paling penting dari CSIRT adalah berkoordinasi dalam meresponse insiden. Dalam hal ini GOV-CSIRT di Indonesia adalah BSSN, karena itu koordinasi antar CSIRT di berbagai lembaga negara dengan BSSN perlu terus dibangin dan ditingkatkan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News