Berita kisah ramadan terkini : Kisah Mualaf: Iklan...

Permulaan aku memeluk Islam adalah saat aku mendengar suara seseorang mengaji dari toa masjid dekat rumah.

Menjadi seorang mualaf tidaklah mudah bagiku, terlebih aku lahir di keluarga yang cukup menentang perbedaan.

Kala itu aku kembali bermimpi ada seseorang menggunakan pakaian serba putih bersinar di ruang yang gelap.

Perkenalkan, nama gue Dede Febriant. Sudah 2 kali gue Ramadan di Abu Dhabi. Sumpah gue kangen banget sama Indonesia!

Kala itu tahun 2014 aku bertandang liputan di sebuah masjid di Batam. Aku langsung jatuh cinta dengan Islam dan mempelajarinya

Suatu hari saya bertemu pria saleh yang saya cintai. Saat itulah, saya memberanikan diri meminta izin kepada ayah untuk menjadi mualaf

Halo, namaku Rizka Rahmayani. Aku tinggal di Berlin, Jerman, sejak 2011. Jalani Ramadan di Jerman membuatku kangen takjil dan suara azan di Indonesia.

Banyak sekali ujian yang harus dihadapi menjadi mualaf, seperti ditinggal oleh calon suamiku dan batal lamaran

Sebelum menjadi mualaf, aku memang tidak memiliki agama dari kecil karena orang tuaku berbeda keyakinan.

Namaku Muhammad Akbar Ramadhan. Sudah 3,5 tahun aku kuliah di Australia. Memasuki Ramadan, aku pun mulai menyetok bahan makanan.

Aku ditinggal suami pertama kembali menghadap Allah SWT, ketika anak kami berusia tiga tahun. Rasa hancur menyelimuti perjalanku setelah itu.

Perkenalkan namaku Hadyan Aditya. Usiaku 27 tahun. Ini kali kedua aku menjalani Ramadan di Jepang. Aku merasa suasana jauh berbeda dengan Indonesia.

Aku sangat menantikan Ramadan tiba dan berharap bisa meminum teh manis hangat saat berbuka puasa.

Namaku Agung Ariyanto. Aku kini tinggal di Kota Hwaseong, Gyeonggi Do, Korea Selatan. Ramadan di Korsel kini terasa makin nyaman, kami sudah boleh tarawih.

Temanku juga sering mengajakku untuk ikut ke masjid dan menjadi remaja aktif di sana. Kini aku ucapkan 2 syahadat