
Dalam kongkalikong ini, melibatkan dua jenderal polisi yakni Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai penerima suap. Kedua polisi ini bertugas ini Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.
Kurnia pun blak-blakan mengatakan gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Kejagung dan Polri seperti ajang pencitraan.
Hal ini disebabkan publik berharap KPK mengambil alih penanganan kasus tersebut, tetapi tidak terjadi.
Kurnia juga mengatakan gelar perkara yang terkesan dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra.
Padahal publik memiliki harapan yang besar agar hasil akhir dari gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa KPK mengambil alih seluruh penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan kepolisian. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya.
Sementara itu, KPK menepis anggapan yang menyebut lembaga antirasuah itu tidak berani mengambil alih kasus Djoko Tjandra dari Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung.
Hal itu disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam menanggapi kritik ICW yang menilai KPK hanya melakukan pencitraan saat gelar perkara bersama Bareskrim Polri dan Kejagung, namun tidak mengambilalih penanganan kasusnya.
Ali menegaskan, pengambilalihan kasus dari aparat penegak hukum lain tidak boleh berdasarkan pada keberanian. Namun, harus berdasarkan aturan hukum yaitu Pasal 6, 8, dan 10A Undang-undang KPK.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News