
Tapi ada beberapa bukti yang ia sangat berat untuk mengelak. Salah satunya soal perintah penggantian barang bukti sabu-sabu
dengan tawas. Kita pun baru tahu bahwa benda yang paling mirip sabu-sabu ternyata tawas.
Bukan tepung ayam goreng geprek. Teddy di sini menggunakan logikanya sendiri: perintah itu, katanya, semacam satire.
Perintahnya mengganti, maksudnya jangan mengganti.
Memang ada beberapa kata yang bermakna sebaliknya. Tapi itu tergantung dari konteks dan nada bicara. Kata "pergi sana" dari seorang yang marah bisa saja diartikan sebagai "jangan pergi"..
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Panglima TNI Yudo Margono: Bima Jalesveva
Tapi konteks seperti itu sulit ditemukan. Pun ahli bahasa yang dihadirkan ke pengadilan. Sebagai saksi ahli.
Perintah penggantian barang bukti dengan tawas itu tidak menimbulkan banyak tafsir.
Tidak ambigu. Tapi Teddy ngotot bahwa perintah tersebut bermakna sebaliknya. Hakimlah nanti yang memutuskan.
Dari Sambo melahirkan perubahan besar: tidak ada lagi lembaga nonstruktural.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Kebakaran di Hong Kong: Kejutan Kwok
Dari Teddy Minahasa kita bisa tahu bahwa sabu bisa diganti tawas. Polri juga mempraktikkan penjebakan dalam menangkap tersangka. Kita juga tahu bahwa perjuangan untuk naik pangkat dan jabatan ternyata begitu berisikonya.
Demikian juga beda antara pedagang sabu dan informan sabu ternyata begitu tipisnya. Seperti peran yang dimainkan Linda, alias Anita Cepu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Ketum Partai Prima: Jabo Prima
Demikian juga sabu sebagai benda yang harus dilenyapkan dan sabu sebagai sumber bonus dan biaya operasional begitu berimpitan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News