
GenPI.co - Lembaga Survei politik makin merebak di Indonesia. Lembaga itu kerap memberikan ondangan dan hasil survei kepada masyarakat tentang suatu politik atau sosok politisi dalam pencalonan. Baik pencalonan Presiden maupun lainnya.
Namun, sebagian masyarakat mengatakan bahwa lembaga survei kerap membingungkan atau malah ditunggangi oleh politisi. Lantas bagaimana menyikapinya?
Menanggapi hal itu, Peneliti Senior Founding Father House (FFH) Dian Permata mengatakan, agar survei tetap dipercaya publik, maka proses pengambilan data untuk survei harus akurat dan sesuai dengan data penduduknya.
BACA JUGA: Pernyataan Lembaga Survei KedaiKopi Tegas, Isinya Tak Main-main
Sebab, dari situ nanti akan terbentuk daftar responden setiap provinsi untuk disurvei oleh petugas survei di lapangan.
Dian juga menjelaskan, sejatinya lembaga survei ‘diharamkan’ untuk memilih sesuka hati respondennya.
BACA JUGA: Lembaga Survei Capres Kian Menjamur, Hanya 38 yang Terverifikasi
Harus diurutkan berdasarkan wilayah dengan daftar pemilih tetap (DPT) tertinggi hingga terkecil.
“Semisal, saya pakai sampel 1.200 responden, yang dipilih paling banyak respondennya provinsi yang DPT-nya paling banyak. Misal Jabar, Jateng, Jatim dan seterusnya, nah itu akan kelihatan respon yang paling banyak juga akan di provinsi itu,” ujar Dian dikutip GenPI.co, Minggu (9/10).
Menurutnya, dengan pembagian responden berdasarkan DPT maka hasil yang diperoleh bisa mendekatkan ke tingkat akurasi tertinggi dengan hasil nyatanya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News