
GenPI.co - Weni sedang membuka pintu apartemen ketika ponsel yang berada di tas jinjingnya berdering nyaring. Gadis 23 tahun tersebut cepat-cepat mengambil perangkat komunikasi itu karena tahu kekasihnya Donny sedang memanggil.
Donny tak sekadar punya tempat khusus di hati Weni, tapi di ponselnya juga. Nomor kontak sang kekasih diberikan nada dering khusus. Itu sebabnya Weni begitu sigap ketika irama itu muncul.
"Hello.. Yang ada apa? Bentar aku baru nyampe apartemen," ucap Weni sembari mendorong pintu dan segera masuk.
"Wen, aku mau ngomong sebentar, nggak lama," terdengar suara dari seberang sana.
Weni tersentak sebentar. Bagaimana tidak, Donny menyapa dirinya dengan menyebutkan nama. Ia menyebut 'Wen' alih-alih 'sayang' sebagaimana biasanya. Pasti ada yang tidak beres, batin Weni. Tapi apa?
BACA JUGA: Para Anjing ini Menjagaku dari Apa?
Weni segera duduk di sebuah sofa panjang di ruang utama apartemennya yang menyambung dengan dapur. Apartemen yang disewa Weni perbulan itu memang tidak begitu besar. Kamarnya pun hanya satu. Namun Weni berhasil menata ruangan sempit itu dengan apik. Perabotannya bernuansa minimalis sehingga memberi kesan lega.
"Ada apa sih, yang?" Tanya Weni penasaran. Ada desir cemas dalam hatinya.
"Gini.. " Terdengar suara Donny lalu diikuti helaan napas panjang.
"Aku udah berpikir panjang dalam beberapa hari ini. Agak berat, tapi harus kulakukan,"
Weni seketika paham arah pembicaraan ini. Ia tahu dengan jelas maksud Donny dan tidak pernah setuju dengan itu.
"Nggak, yang! Enggak! Kalo itu yang pengin kamu bicarain lagi, aku bilang enggak! "
Wajah Weni memerah menahan kesal. Teriakannya seketika lenyap seolah menyelusup masuk ke dalam pori-pori mikro pada dinding ruangan itu. Hening kini terasa menjengkelkan. Ada sebongkah rasa memenuhi dada. Rasanya semakin menyesakkan karena Donny tidak memberi tanggapan dari seberang sana.
"Aku takut, sayang! Aku takut kamu ditangkap," ucap Weni dengan lirih.
Donny tidak menyahut, tapi Weni bisa mendengar sayup bunyi nafas kekasihnya itu. Irama napas itu adalah yang paling Weni rindukan kala keduanya menghabiskan malam dengan mendekap satu sama lain. Donny kerap memeluk Weni dari belakang, memosisikan hidungnya persis di telinga Weni. Irama napas yang konstan dan embusan yang menggelitik selalu bisa membuat Weni tertidur dengan tenang.
"Terakhir aku melakukan itu adalah setahun lalu, kamu ingat kan? Aku sudah menahannya setahun, sayang. Tidak, tidak bisa lagi. Aku nggak kuat," ucap Donny.
BACA JUGA: Rani, Sosok yang Hidup dalam Benakku
Ucapan Donny membuat Weni memutar kembali ingatannya. Setahun silam, saat malam hari, untuk ketiga kalinya Weni harus menguras tenaga demi membereskan kekacauan yang dibuat Donny. Tubuhnya penuh peluh, bau anyir memenuhi udara. Donny juga berkeringat, namun wajahnya menunjukkan kepuasan. Weni takut melihat kekasihnya, tapi terlanjur cinta mati. Apa boleh buat.
"Ayolah, ini yang terakhir," Kata Donny.
"Sudah 4 kali kamu bilang begitu, " jawab Weni.
"Janji, sayang. Ini yang terakhir. Aku janji, " ada nada harap dari jawaban Donny.
Weni berupaya tegas. Namun ia tahu tidak ada gunanya menahan Donny. Kekasihnya sebenarnya tidak butuh izin untuk memuaskan dirinya. Meskipun Weni bilang tidak, toh Donny tetap akan melakukannya.
"Terserah kamu aja, yang… " ucap Weni dengan putus asa.
"Oke sayang, makasih. I love you,"
--------
Sudah 3 hari Weni tidak mendengar kabar dari Donny. Terakhir keduanya saling berkomunikasi adalah lewat telepon. Weni beberapa kali pernah menghubungi Donny, namun nomornya tidak aktif. Ada rasa cemas yang besar memenuhi rongga dada Weni. Ia takut terjadi apa-apa dengan kekasihnya.
Rasanya ia ingin mati saja, jika Donny tidak ada lagi di sisinya. Rasa cinta yang sedemikian pada pria itu sedemikian besar sehingga membuat Weni setengah memuja Donny. Weni diikat erat dalam cinta Donny yang serupa candu itu. Tanpa Donny, Weni bakal sakaw, mungkin juga mati.
Begitu besarnya rasa cinta itu sehingga Weni melakukan apa saja untuk Donny. Weni menjauhi keluarganya, memutuskan kontak dengan teman-temannya demi bisa bersama Donny. Ia bahkan terlibat dalam perkelahian dengan salah satu mantan temannya lantaran mengatai Donny sebagai lelaki aneh.
Itu saja? Tidak! Weni rela melakulan dua pekerjaan demi Donny. Ia tahu, kekasihnya itu memiliki peringai yang membuatnya tidak bisa bekerja barang satu hari saja. Hampir semua kebutuhan Donny dipenuhinya, termasuk tiap bulan membelikan pisau pemburu bagi kekasihnya itu. Donny memang suka mengoleksi senjata tajam.
Tidak mendengar kabar dari kekasihnya selama 3 hari membuat Weni merasa sakit di sekujur tubuhnya. Rasa rindu bercampur cemas membuatnya menderita begitu rupa. Ia jadi malas masuk kerja karena itu. Sementara nomor dari sang atasan di tempatnya bekerja sudah masuk daftar blocked numbers. Sebab, di momen-momen ini, Weni hanya mau mendengar suara kekasihnya saja.
Hari keempat, dini hari, ponsel Weni bergetar dan membuatnya bangun setelah tertidur sebentar karena lelah menangis. Saat panggilan itu hendak diterimanya, sang penelepon terlanjur memutuskan hubungan. Weni yakin itu adalah Donny. Ia mencoba menelepon balik, tapi normor itu sudah tak aktif lagi.
BACA JUGA: Njir! Kok Beda Banget Sama yang di Foto?
------
Sudah beberapa hari ini Weni tidak masuk kerja. Atasannya mungkin sudah memecatnya. Tapi peduli setan, sebab ia hanya memikirkan Donny saat ini, tidak pada yang lainnya. Bahkan, ia tidak peduli lagi pada dirinya sendiri.
Bangun dari tidur, Weni menghabiskan pagi dengan mengganti-ganti saluran televisi. Wajahnya kelabu, rambutnya kusut, tampilannya mirip orang dengan gangguan mental akut. Tubuhnya yang selalu tampak ringkih itu terlihat makin rapuh. Ia tidak ingat kapan terakhir mengisi perutnya. Untuk sekadar bertahan hidup, Weni meminum air langsung dari keran. Aroma kaporit yang tajam tidak ia pedulikan, sebab semangat hidupnya meredup seiring Donny yang belum memberi kabar hingga saat ini.
Weni menatap kosong pada layar televisi, namun sejurus kemudian sebuah tayangan berita membuatnya tersentak dan duduk dengan keras.
Di ujung kanan atas penyiar pembaca berita, Weni melihat gambar sosok yang akrab baginya. Ia tahu itu wajah Donny meski sudah di-blur. Pakaian yang dikenakan sosok juga Weni paham sekali, sebab dirinyalah yang membelikan.
"Pemirsa, tim kepolisian berhasil melumpuhkan tersangka pembunuh berantai yang selama ini meresahkan masyarakat. Informasi diterima, tersangka diduga menjadi pelaku di balik hilangnya 12 gadis muda selama 4 tahun terakhir… "
Weni menatap televisi dengan perasaan membeku.
"Pelaku tertangkap saat kamera CCTV saat mendobrak sebuah rumah di bilangan X. Beruntung, pemilik rumah yang adalah seorang perempuan muda seketika menelepon nomor darurat.
Polisi datang beberapa saat kemudian dan berhasil melumpuhkan pelaku dengan timah panas karena membahayakan korban. Pelaku tewas di tempat . Barang bukti berupa pisau pemburu ditemukan dari tangan pelaku, bentuknya dikatakan mirip dengan yang ditemukan di dekat beberapa tubuh gadis ditemukan mati mengenaskan di waktu-waktu sebelumnya."
Weni tercekat, pikirannya tiba-tiba berhenti. Sebuah kekuatan tak terlihat Ialu membuatnya berdiri. Ia lalu membuka pintu yang menghubungkan bagian dalam apartemen dengan sebuah balkon sempit di sisi luar. Dinaikinya pagar terlaris besi setinggi pinggang itu, lalu melepas jiwanya pergi.
Bunyi gedebuk keras mengagetkan orang-orang yang sedang berjalan di bawah sana. Yang selanjutnya terdengar adalah teriakan panik mereka atas pemandangan mengenaskan yang tersaji tepat di depan wajah. Tubuh menekuk dengan posisi aneh, dengan tulang-tulang yang mencuat merobek daging dan darah yang menggenang di sekitarnya. (*)
BACA JUGA: Ratni Mempertahankan Kehormatannya
Video seru hari ini:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News