
Devan juga tak pernah tahu bahwa aku sudah mempunyai kekasih. Aku pikir, Devan hanya menganggapku sebagai adik dan saudara, jadi aku tak berharap lebih karena tak ingin sakit hati.
Aku sudah menjelaskan semuanya padanya dan dari sorot matanya, ia terlihat sangat kecewa. Tanpa banyak kata, ia langsung mengajakku untuk kembali ke Jakarta.
Sepanjang perjalanan dari Puncak ke Jakarta, aku dan Devan hanya diam. Mulutnya seperti terkunci rapat dan kuncinya dibuang entah di mana.
Sepanjang perjalanan juga aku menangis, Devan tak sedikit pun melihat tangisanku. Ia hanya fokus dengan diamnya.
Aku tahu, ia pasti merasakan kecewa dan sakit yang luar biasa. Tapi semua ini sudah terjadi, dan mustahil jika aku harus membatalkan pernikahanku dengan kekasihku.
Setelah dari puncak, hingga saat ini Devan tak pernah memberi kabar kepadaku. Bahkan, semua nomor dan sosial mediaku diblokir. Aku tak bisa menghubunginya.
BACA JUGA: Ternyata Aku Hanya Menjaga Jodoh Orang Lain
Andai saja Devan peka dengan perasaanku sejak SMA, mungkin semua kesedihan dan perpisahan ini tak akan terjadi. Maafkan aku Devan. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News