Di Desa Adat Pulo, Menpar Arief dan Rombongan Alami Hal Mistis

Di Desa Adat Pulo, Menpar Arief dan Rombongan Alami Hal Mistis - GenPI.co
Menpar Aierf Yahya saat mengjungi desa adat Pulo dikompleks Candi Cangkuang, Garut, jabar, Senin (2/9)

Saat itu ada dara cantik,  juara menari di Jawa Barat yang akan menyambut Menpar Arief dan rombongan dengan  menari Purbasari. Di sinilah keanehan terjadi. Setiap iringan musik digital tiba di titik di mana ada bunyi gong, alunan musik seketika terhenti.

Bukan hanya itu, file musik tersebut secara misterius raib dari laptop. Hal tersebut terjadi bekali-kali. Menpar Arief Yahya dan juga semua orang yang ada di tempat itu, terheran-heran. Tarian  pun terpaksa dibatalkan. 

Usut punya usut, di desa sdat Pulo memang ada larangan membunyikan gong.  Desa adat Pulo dikelilingi Situ Cangkuang dan di dekat Candi Cangkuang. Desa ini masih menjaga dan merawat tradisi tersebut dengan sangat baik.

Menurut seniman Jawa Barat Ki Dalang Wawan Ajen, Candi Cangkuang dan Kampung Pulo memiliki cerita legendaris yang sangat populer di Jawa Barat. Masyarakat di sekitar Candi m  eyakini bersama adanya pamali atau larangan menabuh gong (alat musik tradisional) di sekitar Candi dan Kampung Pulo.

"Masyarakat khawatir jika larangan tersebut dilanggar akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kawasan obyek wisata tersebut," kata Wawan.

Wawan menjelaskan, alasan pelarangan menabuh gong berawal dari cerita Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Konon anak laki-laki Arief Muhammad meninggal dunia saat diarak dengan tandu berbentuk prisma diiringi gamelan yang menggunakan gong besar. Tiba-tiba muncul angin topan yang menyebabkan anak tersebut terhempas dan meninggal dunia.

"Larangan menabuh gong besar kemudian tandu berbentuk prisma yang ditunggangi sang anak juga menjadi alasan larangan berikutnya. Warga adat tidak diperbolehkan membuat rumah beratap jure atau prisma, tetapi harus memanjang," ungkapnya. Itu keyakinan yang disepakati persama oleh warga adat kampung pula.

Larangan lainya juga tidak boleh memelihara hewan besar berkaki empat, seperti sapi, kambing, dan kerbau. Maksudnya, untuk menjaga kebersihan halaman rumah, tanaman, dan makam keramat. Alasan lain karena keterbatasan area wilayah adat.

Kampung Pulo sendiri hanya terdiri dari enam buah rumah dan satu bangunan mushala. Konon hal itu menggambarkan jumlah anak Embah Dalem Arief Muhammad. Beliau memiliki enam anak perempuan dan satu anak laki-laki.

Warga Kampung Pulo saat ini berjumlah 23 orang yang terdiri dari 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad.

Simak video berikut ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya