
“Yang perlu ditekankan di sini karena kalau melihat dari pertama dari proses penyelidikan untuk kerugiannya itu dilakukan di tahun 2019 sampai 2020, 2020 sampai 2021 dan 2021 ke 2022. Jadi, menurut kami adalah bahwa tahun-tahun seperti itu adalah tahun sebetulnya impor dari keramik tidak terlalu tinggi,” paparnya.
Dari hasil dari KADI, dia melihat capaian-capaian terkait dengan data-data bahwa itu tren impor China dan juga impor negara lain itu turun.
Sementara dari KADI sendiri penjualan dalam negeri malah meningkat sehingga anggapan merugikan industri dalam negeri dipertanyakan.
BACA JUGA: Mengikuti Visi Xi Jinping, China Bergerak Memacu Perekonomian yang Melambat
“Justru penjualan dari dalam negeri domestik di (dalam) analisis KADI ini justru malah meningkat. Nah, ini kan kami mempertanyakan juga gitu ya apakah memang sebetulnya BMAD itu tepat atau tidak?” tanyanya.
Andry menyampaikan dari segi penyerapan tenaga kerja, Harga Pokok Penjualan (HPP), investasi yang masuk juga tercatat mengalami peningkatan, ini menjadi pertanyaan yang besar bagi masyarakat apakah KADI tepat merekomendasikan BMAD sebesar itu.
BACA JUGA: 10 WNA Asal China Kedapatan Jualan Token Listrik hingga Pulsa di Bali
“Tidak hanya itu dari segi produksi dan segi tenaga kerja ada peningkatan tenaga kerja di sana, ada dari segi HPP, dari segi investasi itu cukup meningkat. Nah, ini kan publik juga mempertanyakan apakah memang tepat begitu diberikan,” ungkapnya.
Andry khawatir jika tuduhan dumping itu tidak terbukti akan menjadi blunder bagi perdagangan dalam negeri. Pasalnya, nilai ekspor Indonesia ke China juga cukup besar.(fri/jpnn)
BACA JUGA: Jerman Puji Kesepakatan Lithium dengan Serbia, Tekan Ketergantungan Eropa pada China
Lihat video seru ini:
Artikel ini sudah tayang di JPNN.com dengan judul: Mengkritik Rekomendasi BMAD Ubin Keramik Asal China, Indef Tantang KADI Buktikan Kredibilitas Data
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News