
Awalnya, jumlah pembudi daya rumput laut mencapai 500 orang yang tergabung dalam 18 kelompok.
Namun seiring dengan bangkitnya kembali sektor pariwisata pasca pandemi, masyarakat Nusa Lembongan, khususnya para pemuda, banyak yang kembali menekuni profesi di dunia pariwisata, sehingga saat ini ada sekitar 300 pembudi daya.
Saat pandemi, harga rumput laut mengalami peningkatan sehingga berdampak secara signifikan terhadap perekonomian masyarakat di Nusa Lembongan.
BACA JUGA: Pemerintah Apresiasi Ketangguhan Warteg Jaga Ketahanan Ekonomi saat Pandemi
Harga rumput laut saat itu mencapai Rp49.000 per kg, tiga kali lipat dari harga rata-rata saat ini. Meski demikian, Masyarakat Nusa Lembongan bertekad tidak akan meninggalkan kembali budi daya rumput laut karena telah terbukti dapat menjadi andalan usaha di saat sektor pariwisata mengalami penurunan seperti saat pandemi Covid-19.
Wayan Ujiana juga menyampaikan bahwa saat ini para petani sedang membutuhkan ketersediaan bibit baru.
BACA JUGA: Pemerintah Implementasikan Strategi Demi Jaga Momentum Perekonomian Nasional
"Untuk kebutuhan bibit, selanjutnya akan ditangani dan segera dikoordinasikan," ungkap Menko Airlangga.
Hasil produksi rumput laut Nusa Lembongan umumnya dikirim ke Surabaya untuk diekspor, serta untuk memasok kebutuhan bahan baku industri pengolah rumput laut di dalam negeri.
BACA JUGA: Pemerintah Siapkan Kebijakan Demi Jaga Resiliensi Perekonomian Nasional
Pengembangan industri rumput laut nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan tentunya akan dapat menjadi penghela tumbuhnya ekonomi masyarakat pesisir, wilayah perbatasan, dan daerah tertinggal.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News