
GenPI.co - Pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selama ini belum sesuai dengan prinsip keadilan.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menilai konsumsi BBM didominasi masyarakat mampu.
"Sebesar 80 persen pertalite dan 95 persen solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," ujarnya di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
BACA JUGA: Demo Tolak Kenaikan BBM Memanas, Pengamat Beri Solusi ke Pemerintah Jokowi
Berly mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah harus membuat penyesuaian harga BBM, di antaranya pemulihan ekonomi setelah covid-19 reda dan invasi Rusia ke Ukraina yang mendorong kenaikan harga minyak dunia.
Berly mengatakan bantuan sosial selama pandemi yang masih jauh dari sempurna perlu diperbaiki pada penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) BBM 2022, karena data masyarakat miskin dan rentan terakhir diperbarui dengan sensus terbatas nasional pada 2015.
BACA JUGA: KSPI Khawatir Kenaikan Harga BBM Bakal Picu Inflasi
Pemerintah perlu mengevaluasi data itu secara akurat untuk diumumkan ke publik.
"BLT adalah pelampung bagi warga yang miskin dan rentan dalam kapal ekonomi Indonesia yang sedang menghadapi badai sehingga tetap mengapung dan tidak terbenam sehingga perlu tepat sasaran," katanya.
BACA JUGA: Ekonom: Kenaikan BBM Menambah Daftar Orang Miskin di Indonesia
Berly menambahkan, realokasi subsidi BBM secara histori akan meningkatkan inflasi, khususnya di sembako dan makanan sehingga kenaikan harga transportasi publik perlu dihitung.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News