
“Pak, saya minta ijin untuk pulang lebih awal dari jam kerja. Boleh?!”, tanyaku pada Pak Herman, jam tiga sore waktu itu.
“Tumben minta pulang awal. Biasanya pulang lambat?”, dia membalas tanya.
“Pekerjaan saya sudah selesai semua, Pak. Daripada saya hanya bengong mainan komputer, sibuk dengan social media. Bukankah itu boros listrik dan boros kuota tanpa membawa guna?!”, jawabku sekenanya.
BACA JUGA: Kuntilanak Merah Merintih di Meja Dapur, Bayangannya Mengikutiku
“Tidak perlu sinis begitu, Fan. Silakan kalau begitu”, katanya.
“Terima kasih, Pak”, kataku sambil berlalu meninggalkan ruangan HRD. Berkemas dengan peralatan kerjaku, lalu pergi.
BACA JUGA: Pocong Pohon Bambu Mengikutiku Sampai Teras, Ibuku Terperangah!
—*—
“Dit, aku datang sesuai dengan permintaanmu semalam. Semoga ini bisa meyakinmu bahwa apa yang menjadi keputusanku adalah memang yang terbaik untuk kita berdua. Untukku dan untukmu. Bahkan untuk semuanya”.
BACA JUGA: Pendakian Horor, Suara Gamelan Itu Terdengar Jelas di Depan Tenda
“Jika memang ada luka yang tak bisa disembuhkan, maka kita sama-sama tahu bahwa luka itu adalah perpisahan kita, Dit. Sungguh. Tak perlu kuuraikan panjang lebar pun kau tahu bahwa kau satu-satunya orang yang bisa membuatku jatuh cinta. Bahkan sampai saat ini”.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News