
Setelah mendapat restu dari orang tua, ia tinggal di Labuan Bajo, dengan membawa laptop dan drone.
“Merintis dari nol, tinggal di kos sempit di dekat pelabuhan, tiap pagi terbangun karena suara kapal feri. Kos Rp 200 ribu sebulan,” kenang Agung.
Selanjutnya, ia terpikir dengan kebutuhan kalangan berkocek tebal yang datang ke Labuan Bajo.
Ia meyakini, para orang tajir itu butuh kapal pesiar yang servisnya wahid dan terjaga kebersihan serta keamanannya, sekaligus mendapat tour guiding.
Foto: SC IG gungafif
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News