
”Sehari sih bisa bikin lima tas. Kalau dompet bisa sepuluh. Itu dengan jumlah karyawan sepuluh orang. Harga satu buah tas, paling murah Rp750 ribu untuk kulit Ular dan paling mahal Rp9 juta untuk kulit Buaya. Sedangkan dompet, paling murah dari kulit Ular Rp 150 ribu dan dari kulit Buaya Rp 900 ribu,” tambah wanita yang akrab disapa Neng ini.
Berkaca dari industri tas, dompet, dan ikat pinggang kulit Buaya dan Ular, Pemerintah Desa Jeungjing berencana menyasar produsen sepatu di desanya. Potensi desa ini bakal menjadi target program pemberdayaan ekonomi perdesaan.
Pemilik industri sepatu, Sunardi, mengaku telah membangun usahanya sejak 2010. Namun, ia menghadapi kendala dalam memajukan industri rumahannya. Sunardi mendapat pesaing muda yang memiliki banyak modal.
”Dulu, awal saya buka usaha ini, saya bisa produksi sampai 350 pasang sepatu per hari. Itu saya kirim ke Jakarta, Semarang, bahkan sampai ke Medan. Tapi sekarang, banyak produsen muda yang mencuri perhatian pasar. Mereka biasanya kan punya modal besar. Jadi, berani memasok barang sebelum pembayaran. Kalau saya sekarang produksinya hanya sesuai pesanan saja. Karena modalnya terbatas,” ungkap Sunardi.(jpnn)
Video viral hari ini:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News