
"Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hilang," ujar Yenny.
Yenny mengatakan, dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, uang kripto justru terbebas dari riba.
Hal ini, ujarnya, mengingat uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer.
BACA JUGA: Selain Bitcoin, Kripto Ini Disukai di Indonesia, Oh Ternyata...
"Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara," kata Yenny yang merupakan Pendiri Islamic Law Firm (ILF).
Demi mendapat kejelasan status halal-haram, ILF membuat Bahtsul Masail atau diskusi mengenai permasalahan terkini ditinjau dari hukum Islam.
BACA JUGA: Kiai dan Ulama Bahas Mata Uang Kripto, Halal atau Haram
Diskusi tersebut, ujarnya, diharapkan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi untuk para pembuat kebijakan.
Yenny mengatakan, meski baru diakui sebagai komoditas dan bukan alat tukar, transaksi mata uang kripto di Indonesia makin diterima masyarakat sebagai peluang bisnis dan investasi.
BACA JUGA: Mama Tanya Apa Aset Kripto, Jawaban Mendag Curi Perhatian
Namun demikian, dalam konteks Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, status kehalalan dan keharaman transaksi kripto menjadi penting dibahas. (*/ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News