
“Prestasi membanggakan banyak ditorehkan oleh Tari Likurai ini. Tarian ini bahkan dikemas menjadi festival dan selalu dibanjiri wisatawan. Keberadaan festival ini bahkan menjadi aset penting pariwisata NTT,” kata Kiki lagi.
Lebih membanggakan, Tari Likurai pernah masuk rekor MURI, Oktober 2017. Tarian ini dibawakan oleh 6.000 penari di Bukit Fulan Fehan. Background penarinya adalah pelajar dari 3 kabupaten di zona crossborder NTT. Tari Likurai semakin lengkap karena disajikan dalam opening ceremony Asian Games 2018. Kehadirannya kembali menyedot perhatian publik dunia.
“NTT ini sangat kaya dengan budaya. Tari Likurai dan Musik Sasando adalah sebagian dari kekayaan budaya itu. Sama seperti Tari Likurai, Musik Sasando juga terkenal. Sebab, suara yang dihasilkan dari alat musik tradisional ini khas dan indah,” tegas Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani.
Sasando merupakan alat musik tradisional dengan dawai. Secara harfiah, Sasando diadopsi dari Sasandu yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Dengan bentuknya yang khas, bagian utama Sasando ini berupa tabung panjang dari bambu. Pada bagian tengahnya diberi fret melingkar, lalu direntangkan dawai-dawai dari atas ke bawah. Uniknya, pembungkus Sasando berupa anyaman daun lontar.
“Tari Likurai dan Musik Sasando akan menjadi pembuka yang bagus di KMPA 2019. Keduanya punya keunikan masing-masing. Dengan komposisi seperti ini, kami optimistis KMPA 2019 akan menarik arus wisatawan Timor Leste dalam jumlah besar,” jelas Ricky.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengungkapkan, KMPA 2019 semakin khas dengan warna budaya Tari Likurai dam Musik Sasando.
“Kami tunggu semuanya di KMPA 2019. Silahkan nikmati beragam budaya, dari kekayaan tradisonal sampai kontemporer. Ada banyak kemeriahan yang disajikan sampai malam setiap harinya,” tutupnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News