
Berimajinasi seperti itu sulit bagi para santri. Imajinasi santri dibatasi oleh doktrin. Tapi imajinasi sendiri tidak bisa dikekang. Ia liar seperti suket teki. Sulit dibasmi.
Di samping itu dunia dakwah itu sensitif. Itu menyangkut doktrin. Semua muslim wajib berdakwah: walau pengetahuannya hanya sangat minimal –satu ayat.
Pokoknya tema itu menarik. Apalagi bagi anak muda usia SMA. Masih ada waktu lebih empat bulan. Bisa banyak belajar. Bisa banyak merenung.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Matahari Kembar
Juga masih bisa banyak diskusi. Saran saya tim yang akan ikut debat segera dibentuk. Satu tim tiga orang. Satu pondok pesantren bisa mengirim lebih dari satu tim. Mereka harus mendapat surat pengantar dari pimpinan pondok.
Tidak semua harus atas nama pondok pesantren. Atas nama lembaga apa pun boleh. Asal usianya setingkat Aliyah-SMA. Pun boleh tim itu independen. Misalnya satu santri dari pondok A, bersatu dalam tim dengan santri dari pondok B dan C.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Balik Kucing
Waktu cucu saya ikut kompetisi debat di Thailand, Korea dan Amerika, saya pikir tim tiga orangnyi dari satu sekolahnyi: SMP Muhammadiyah 5 Surabaya. Ternyata hanya dia yang dari Muhammadiyah. Satu temannyi lagi dari Jakarta. Satunya dari Kenya, Afrika.
Khas anak muda sekarang: mereka saling cari teman lewat internet. Ketika saya ikut mengantar dia ke Connecticut, Amerika, saya baru tahu: cucu saya itu juga baru pertama bertemu dengan anggota timnyi di lokasi debat. Yakni saat sama-sama akan melakukan pendaftaran ulang. Kalau bukan anak sekarang tidak bisa: satu tim belum pernah saling bertemu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Mobil Handphone
Debat Santri nanti pun seperti itu. Bebas. Boleh atas nama pondok pesantren, boleh juga tim independen.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News