
Pun Presiden Hu Jintao yang menggantikan Jiang Zhemin. Setelah dua periode menjabat, presiden Hu Jintao pun lenyap.
Ia yang juga berhasil memasukkan satu unsur lagi sebagai pilar tambahan partai komunis Tiongkok. Pilar keempat: sains. Ilmu pengetahuan. Apa pun yang tidak ilmiah harus ditolak.
Memang pernah ia jadi berita. Satu kali. Yakni menjelang diubahnya konstitusi Tiongkok yang membatasi masa jabatan presiden. Dulunya maksimal dua periode menjadi tidak ada batas.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Balik Kucing
Hu hari itu kelihatan dipapah meninggalkan kursi sidang umum ''MPR'' Tiongkok. Terlihat tangannya menepis petugas.
Pers barat menafsirkan tepisan itu menandakan Hu Jintao tidak mau pergi. Ia protes atas perubahan itu. Tapi bisa saja Hu, yang sudah terlihat tua dan lemah, sebenarnya akan ke toilet dan merasa bisa berjalan sendiri. Tidak perlu dipapah. Mungkin Anda juga ingat adegan mantan ibu negara yang menepis tangan suaminyi yang terlihat ingin merangkulnyi. Tafsir tepisan itu pun ke mana-mana. Padahal hanya dua orang itu yang tahu konteks sebenarnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tarif Tarifan
Hu Jintao tidak pernah bicara apa yang sebenarnya terjadi. Ia meneruskan tradisi mantan presiden sebelumnya: tidak mau tampil ke publik.
Tentu Indonesia tidak bisa meniru itu. Pun Amerika. Singapura kelihatannya meniru Tiongkok, meski tidak 100 persen.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sekolah Rakyat
Para mantan presiden di Indonesia adalah tokoh. Media memperlakukan tokoh sebagai sumber berita. Mantan presidennya sendiri mungkin tidak ingin tampil. Medialah yang terus memburunya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News