
Di penerbangan dari Surabaya ke Jakarta tadi saya sengaja tidak menulis. Pilih asyik baca buku. Toh masih akan terbang lagi ke Banda Aceh. Hampir tiga jam. Nanti banyak waktu menulis di udara. Dan lagi penumpang di sebelah saya punya cerita yang harus saya dengar. Ia orang Aceh. Mau balik ke Aceh. Ia bekerja di kapal pengeboran minyak. Saat libur ini anak sulungnya, 11 tahun, ingin ikut program Persebaya. Sekalian nonton pertandingan Persebaya vs Borneo.
Saya dengarkan cerita itu. Menulis naskahnya bisa di atas penerbangan Jakarta-Aceh.
Maka di ruang tunggu transit itu saya konsentrasi ke baterai. Lupa kepada si kacamata yang awalnya menarik perhatian itu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Celeng Banteng
Saat boarding pun tiba. Saya pilih boarding belakangan. Agar lebih banyak strum yang masuk ke baterai. Ternyata si kacamata juga pilih boarding belakangan. Sampai antrean habis pun dia belum berdiri.
Saya maju duluan. Saat itulah seorang dokter gigi yang saya kenal menyeret tangan saya: "Ini ibu Wamen, juga satu pesawat dengan kita," katanya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sritex Akhir
Menyesal. Ternyata dia benar-benar dia! Stella Christie --wakil menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi itu. Saya pun menyalami. Saya mencoba untuk merendah. Dia lebih merendah lagi.
Anda tahu dia memang orang yang simple. Tapi kenyataannya jauh lebih simple dari yang saya bayangkan. Simple segala-galanya. Termasuk pilihan tempat duduk di ruang tunggu kelas ekonomi ini. Di sembarangan kursi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tipuan Magelang
Dia hanya ditemani satu wanita muda yang juga sangat sederhana. Bukan seperti ajudan. Bukan seperti staf seorang wakil menteri pada umumnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News