
Jenderal Surono sendiri memang bagian dan kerabat pewaris Diponegoro. Jutaan orang yang kini secara emosional terkait dengan Diponegoro maupun ajarannya. Peter Carey telah mengungkapkan keseluruhan perjuangan Diponegoro lewat bukunya itu.
Peter Carey sendiri yang menghadiahkan buku yang dibaca Chelsea itu. Ia kirim lima buku. Beda-beda judul. Beda ketebalan. Semua terkait Diponegoro.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Partner Dansa
--
Saya bertanya kepada lima orang yang bersama saya ke Museum ini. Mereka S-1 dan S-2 dari berbagai universitas. Dari tiga provinsi. Saya ingin tahu: seberapa tahu mereka tentang Diponegoro. Sangat minimalis.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Mati Lagi
Saya membayangkan kalau Museum Diponegoro ini diserahkan ke negara bisa dikembangkan lebih hebat. Lahannya luas: hampir tiga hektar.
Anda sudah tahu: Peter Carey awalnya hanya akan meneliti pengaruh revolusi Prancis pada satu daerah kecil di pedalaman Eropa. Saat ia konsultasi dengan guru besarnya di Oxford, teman si guru besar datang. Ikut mendengar konsultasi itu. Si teman ikut nimbrung. Katanya: daerah yang akan diteliti Peter itu sudah ”padat” --sudah banyak peneliti lain yang meminati. Lalu disarankan obyek penelitian yang lebih sulit dan sangat jauh: Perang Jawa.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Perusuh Bocor
Syaratnya: Peter harus menguasai bahasa Belanda dan bahasa Jawa. Betapa panjang jalan menuju penelitian. Arsip-arsip di sekitar Perang Jawa memang banyak dalam dua bahasa itu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News