
"Saya baca ini," kata Chelse sambil melangkah menuju meja kerja satu-satunya di museum itu.
Buku itu penuh dengan stabilo dan coretan. Pertanda dibaca dengan sungguh-sungguh. Sebagian si remaja putri yang memberi tanda coretan. Sebagian lagi Pak Wargo (Letda Inf Wargo Suyanto), seorang prajurit yang bertugas di museum.
Seorang prajurit?
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Partner Dansa
Benar. Bahkan ada dua tentara yang bertugas di situ. Museum Diponegoro memang di bawah Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta sebagai kepanjangan tangan Kodam IV Diponegoro.
Jenderal Surono, saat itu masih berpangkat mayor jenderal dan menjabat Pangdam Diponegoro, adalah orang yang membangun kembali pendapa Diponegoro. Dilengkapi dengan bangunan kecil sebagai museum.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Mati Lagi
Melihat bangunan dan gaya arsitekturnya memang langsung terasa Meseum Diponegoro ini seperti bagian dari militer. Inilah yang mungkin perlu dipikirkan ulang: apakah tidak waktunya kalau menjadi tanggung jawab Kementerian Kebudayaan. Agar bisa dikembangkan menjadi warisan budaya yang menjadi roh perjuangan Indonesia. "Jenderal Sudirman pun mewarisi jiwa kejuangan dari sini," ujar seorang pejuang di situ.
Peter Carey telah menghidupkan kembali Diponegoro. Dengan cara yang sangat hidup dan bisa dipertangungjawabkan secara ilmiah. Luar biasa Diponegoro. Sayang kalau jiwanya hanya diwakili oleh museum yang terlalu sederhana ini.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Perusuh Bocor
Tentu kita bersyukur bahwa Jenderal Surono dan Kodam Diponegoro telah menyelamatkan pendapa dan kompleks ini. Kalau tidak, bisa jadi, peninggalan ini sudah lenyap. Baik diduduki masyarakat atau pun yang merasa sebagai ahli waris.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News