
Itu beda dangan sumur tua di banyak daerah di Indonesia: Bojonegoro; Sanga-sanga, Kaltim: Jambi; Aceh; sampai Blora.
Jumlah sumur tua peninggalan Belanda itu jumlahnya di atas 10.000 sumur. Dulu, sumur-sumur minyak bumi itu ditinggalkan begitu saja oleh Belanda. Sebagian lagi justru mereka buntu. Disumbat. Diurug. Dimatikan. Agar jangan jatuh ke musuh Belanda.
Pertamina seperti ogah-ogahan mengurus sumur tua. Dianggap tidak efisien. Kalau mau diurus harus dibuat standar pengoperasian yang profesional. Itu berarti perlu biaya investasi yang besar.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Walk Out
Apalagi produksi sumur-sumur tua itu umumnya kecil. Hanya sekitar 15 barrel per hari. Bahkan ada yang hanya lima barel. Kalau diurus secara perusahaan --apalagi kalau perusahaannya sebesar Pertamina-- hanya merepotkan.
Tapi bagi rakyat, 15 barel itu banyak. Maka banyak yang diam-diam memanfaatkannya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Awan Capung
Puluhan tahun pemerintah mundur-maju dalam membuat kebijakan harus diapakan sumur-sumur tua itu.
Sampai kemudian muncullah orang seperti Toha di Muba. Ia mencari model pengelolaan sumur tua. Kecil-kecil tapi karena banyak hasilnya besar juga.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sherly Benny
Toha juga membuat model bisnis yang dianggap realistis. Termasuk bagaimana mencarikan jalan agar yang ilegal bisa legal.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News