
Prof Dr Sutiman di Universitas Brawijaya Malang, juga sama. Doktor nano biologi dari Jepang itu sampai punya cara sendiri untuk membuat mahasiswanya berani bertanya: bertanya apa pun nilai akhir semesternya ditambah.
Tetap langka. Ada, tapi langka. Sudah telanjur tidak diciptakan iklim critical thinking sejak SD, SMP dan SMA.
Makanan sudah habis. Diskusi masih berlanjut. Masih ada buah semangka. Juga kopi dan teh.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Taksi Kemudi
Adakah semua itu akibat budaya timur? Sopan? Santun? Sungkan? Rendah hati? Tepo seliro? Ningrat? Feodal? Tawaduk?
Benar! Pasti ada hubungannya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Bismillah Karnaval
Salah! Jepang kok bisa. Juga Korea.
Diskusi pun menukik lebih dalam lagi. Sampai ke soal hidup sesudah mati. Sampai surat Al Baqarah dalam Alquran. Kang Deden banyak hafal ayat-ayatnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Anwar Berkeley
Di situ ustaz mengajarkan banyak bertanya itu tercela. Seperti cerewet. Dianggap buruk seperti Israel. Diperintah sembelih sapi saja masih bertanya. Sapinya jantan atau betina. Apa warna kulitnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News