GenPI.co 
GenPI.co - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi Kalimantan Tengah Khairil Anwar beranggapan bahwa seseorang bisa menjadi muslim yang kaffah apabila menjalankan agama dengan penuh keyakinan sambil tetap menghargai kearifan lokal yang menjadi identitas tanah airnya.
Dia mencontohkan falsafah Huma Betang (Rumah Betang) yang mampu memberikan solusi pada berbagai tantangan masyarakat.
Rumah Betang merupakan rumah panjang yang dihuni oleh beberapa keluarga Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
BACA JUGA: Kepala MAC UI: Islam Lebih Mudah Diamalkan Via Pemahaman yang Tepat dengan Tradisi
“Dalam falsafah tersebut terkandung makna kekerabatan dan kesetaraan. Mereka mampu hidup rukun dan harmoni dalam satu atap meskipun terdiri dari beberapa keluarga dengan latar belakang dan agama yang berbeda. Di sana terdiri dari beberapa agama, termasuk juga tradisi-tradisinya. Nah, di sana ada kesetaraan antara keluarga,” ungkap Khairil di Palangka Raya, Kamis (17/10).
Khairil menjelaskan, meskipun dikenal bukan etnis yang berasal dari budaya Timur, kearifan lokal Suku Dayak mengandung nilai nilai luhur yang bisa diterapkan seorang muslim dalam beribadah dan bernegara.
BACA JUGA: Masyarakat Diajak Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Potensi Radikalisme dan Terorisme Sejak Dini
Misalnya, bermusyawarah, gotong royong, dan saling menghargai meskipun bukan pemeluk agama yang sama.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Tengah menganggap ketakutan adanya deislamiasi dan pendangkalan aqidah dalam menjaga kearifan lokal bukanlah alasan logis.
BACA JUGA: Terduga Teroris Pemimpin Kelompok JAD Bima Ditangkap Densus 88
Bahkan, para Walisongo mengolaborasikan budaya dan kearifan lokal dalam penyebaran agamanya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
