
GenPI.co - "Kenapa setiap sosok narasumber Disway seperti wajib dikupas tuntas latar belakang pendidikanya? Bahkan sangat detail, hingga bisa separoh dari isi artikelnya".
Yang bertanya itu wanita Disway dari Indramayu. Setiap hari dia membagikan Disway ke ribuan orang. Lewat medsos miliknyi. Sejak awal Disway terbit. Hingga sekarang.
Kadang lucu: "Hari ini saya membagikan Disway dengan tutup mata," ujarnyi pada suatu ketika.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tenang Panas
Tanpa bertanya saya pun tahu kenapa: isi tulisan saya bertentangan dengan emosi jiwanya.
Emosinya sangat tidak suka seseorang. Jauh sebelum banyak orang balik tidak suka orang itu belakangan ini. Sedang tulisan saya memuji orang itu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Ambeien Bukan
"Saya jengkel baca Disway hari ini," protesnyi beberapa kali. "Tapi tetap Anda posting di medsos Anda?” tanya saya balik. " Dengan geram," kawabnyi.
Terhadap pertanyaannyi kali ini saya sulit menjawab. Apalagi dia menyertakan argumen: "padahal malaikat pun takkan menanyakan sekolah di mana, lulusan apa, dan gelarnya apa saja".
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Agama GPT
Sebenarnya saya ingin menjelaskan teori deskripsi dalam jurnalisme. Tapi terlalu berat. Ingin juga saya kemukakan itulah ajaran kewartawanan yang saya wariskan sejak dulu. Tapi apa perlunya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News