
Dengan gambaran seperti itu Kamala seperti sangat menunggu debat itu. Kamala tahu Trump sering menghujatnyi di kampanye-kampanyenya. Kamala pun hanya bisa menyindir: seorang gentleman akan memilih menyampaikan langsung kritik di depan yang dikritik.
Trump mengerti lagi disindir. Trump langsung menyatakan bersedia debat dengan Kamala. Maka debat bulan depan nanti sangat seru.
Tentu bukan hanya debat antara capres laki-laki dan capres perempuan. Antara ''jaksa'' dan ''terdakwa''. Antara konglomerat dan kelas menengah. Antara kulit hitam dan kulit putih. Serba diametral.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Damai Ahok
Trump telanjur pede agung: 'hanya' akan melawan Joe Biden yang lebih tua, gagap dengan popularitas yang lagi turun. Tiba-tiba kini harus berhadapan dengan Kamala: capres yang datang dari kulit hitam.
"Rasanya selama ini kita hanya mendengar Kamala itu keturunan India," begitu kurang lebih cara Trump memojokkan Kamala.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sutradara Agung
Trump seperti tidak ingin Kamala diidentikkan sebagai kulit hitam. Bahaya. Bisa terjadi seperti di awal kemunculan Capres Obama. Mayoritas kulit hitam memilih Obama.
"Kok tiba-tiba mengaku kulit hitam," kira-kira begitu inti kata-kata Trump menyindir Kamala.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sembahyang Rebutan
Situasi di lapangan memang mirip dengan di awal masa Obama. Heboh. Bergairah. ''Kamala adalah kita''. Di mana-mana.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News