
Inilah sawah bermembran.
Begini: sawah lama dikeruk sampai 40 cm. Lalu dihampari plastik di bawah dan sampingnya –sampai ke atas galengan.
Lalu tanah yang dikeruk tadi dikembalikan. Diolah. Diisi air. Ditanami. Hanya sekali itu mengisi air. Sesama petani tidak perlu rebutan air setiap hari.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Kelas Menengah
Saya baru akan menulis lebih banyak kalau yang 20 hektare itu sudah panen kelak.
Dari Trenggalek ke Ponorogo hanya perlu waktu satu jam. Lewat kaki selatan Gunung Wilis. Naik turun. Berliku. Tapi sepi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Mama Momala
Tentu ada maksud tersembunyi di Ponorogo: makan sate ayam khas di sana. Di resto yang, meski banyak presiden RI pernah ke sana, saya justru belum pernah.
Ada dua kabar yang saya dapat di resto itu: baik dan buruk. Kabar baiknya: sate ayam ini memang enak. Pantas banyak foto presiden ada di dindingnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan; 260 Disway
Kabar buruknya: seseorang curhat di resto itu tentang jeleknya nasib peternak sapi. Banyak peternak yang kembali jadi petani atau pergi merantau.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News