
GenPI.co - Jawa di tengah budaya Batak. Itulah bangunan makam Ompung Letjen TB Silalahi. Saya ke makam itu kemarin. Robert Njoo sudah tiba sehari sebelumnya: menjemput saya di Bandara Silangit di Siborongborong.
Saya bergegas ke makam. Sampai lupa copot sepatu. Robert sudah menyiapkan dua karangan bunga: untuk dirinya dan untuk saya. Setelah menghormat tiga kali saya letakkan bunga itu. Saya pandangi fotonya: serasa masih belum tiada.
Makam Ompung –baca: Opung– berupa dinding marmer lebar setinggi dua meter. Di dinding itu dihiasi empat plakat tulisan: namanya, satu ayat dalam Injil dan ajaran kuno Batak.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Batu Ampar
Di balik tembok itulah tempat jenazah Ompung dan almarhumah istrinya. Yakni bangunan beton kubus 1,5 x 2 x 2 meter –menempel ke dinding marmer.
Bangunan joglo Jawanya sendiri joglo yang besar. Tanpa dinding. Lantainya keramik mengilap. Bersih. Rapi. Kalau saja ada kebaktian di situ bisa untuk 100 orang.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Bram Parung
Joglo itu dibangun lima tahun lalu. Dari joglo ini terlihat Danau Toba yang teduh. Suhu udara sejuk. Selalu sejuk. Sepanjang tahun.
Di dekat joglo ini ada bangunan rumah adat Batak. Besar. Lalu ada gedung museum Batak yang modern dan kukuh.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tebakan COP
Museum ini lagi tutup: kemarin adalah hari Senin. Libur sekali seminggu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News