
Yayasan Tahija menghadapi rintangan berat. Mirip dengan yang dialami mobil listrik dulu. Usaha itu pun gagal.
Beda dengan mobil listrik, Yayasan Tahija lebih pintar. Juga lebih gigih. Ia segera mencari tokoh daerah yang hebat yang bisa menjadi pendukung program pemberantasan DB yang ia inginkan.
Sjakon menemukannya: Sri Sultan Hamengkubuwono X dari Yogyakarta.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Bani Wolbachia
Sjakon menjelaskan bahwa Yogyakarta adalah salah satu daerah dengan korban DB terbanyak. Sri Sultan pun memberikan dukungannya. Bahkan Sultan mengatakan ''jangankan korban begitu besar, satu orang Yogyakarta meninggal pun sudah terlalu banyak''.
Kalimat Sultan itu seperti mantra. Diingat terus oleh Yayasan Tahija. Dikutip lagi oleh Trihadi untuk saya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Nobel Robin
Yang penting, kata Sultan, program ini aman. Sudah berdasar penelitian. Pelaksanaannya juga harus hati-hati.
Sultanlah yang membuat program Yayasan Tahija ini berjalan. Sultan menggunakan senjata otonomi daerah. Tidak perlu minta persetujuan pusat –yang sudah jelas sikap tidak mendukungnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Sirkuit Mandalika: Luar Dalam
Yayasan Tahija pun sangat hati-hati melangkah. Dimulai dengan area sangat kecil: hanya di dua dukuh. Yakni dukuh Nogotirto dan Kronggahan. Keduanya di Sleman.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News