
Bagi yang sering ke Madiun, Magetan, Ponorogo, dan sekitarnya memang ada pemandangan baru tahun-tahun belakangan: menjamurnya prasasti Setia Hati Terate.
Terutama di persimpangan-persimpangan jalan. Sampai ke desa-desa. Terbuat dari semen. Ukurannya bervariasi sekitar 1 x 2 meter. Ada lambang SH Terate. Warna dominasinya hitam, hijau, dan merah.
Banyaknya konflik ditengarai terkait dengan persaingan di perguruan silat itu. Menjamurnya prasasti dianggap salah satu sumbernya. Maka Pangdam Farid Makruf, Kapolda Toni Harmanto, dan Gubernur Khofifah sepakat: prasasti itu harus dievaluasi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Kereta Cepat: Tanpa Walini
Terutama yang dibangun di tanah fasilitas umum. Hasil evaluasi: semua prasasti itu tidak boleh berdiri di situ. Harus dihancurkan.
"Banyak yang menentang, tapi kami jalan terus," ujar Pangdam Farid Makruf. "Lokasi itu tanah milik umum," katanya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Mega Jibao
Sampai kemarin sudah lebih 450 prasasti yang dihancurkan. Masih banyak lagi. "Ada yang mengancam pengerahan masa sampai 15 juta orang. Kami tidak tanggapi," tambah Farid.
Tentu tidak semua prasasti didirikan di fasilitas umum. Ada juga yang di tanah pribadi. Untuk yang seperti ini dilakukan perundingan. Diminta dirobohkan atau diganti dengan prasasti Desa Merah Putih.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Universitas Ciputra: Terbentur Peraturan
"Sudah banyak yang mengganti menjadi pertanda desa Merah Putih," bisik Gubernur Khofifah kepada saya yang duduk di sampingnyi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News