
Maka Vier memutuskan pindah ke Malaysia. Ia ingin kumpul bersama keluarga. Di Malaysia. Dengan Maya dan anak-anaknya.
Bisa saja ia sekeluarga berkumpul di Singapura, tapi Vier memikirkan pendidikan agama anak-anaknya. Ia merasa di Malaysialah anaknya bisa mendapat guru ngaji yang lebih baik.
Meski buron interpol, Vier tidak mendapat masalah di imigrasi Singapura dan Malaysia. Inilah buron interpol yang bebas mondar-mandir Singapura-Malaysia.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Zaytun Menara
Vier punya pengacara di Singapura. Ia bisa meyakinkan Singapura dan Malaysia bahwa Vier tidak layak masuk daftar tangkap interpol.
Ia tidak terlibat perkara yang membahayakan siapa pun, apalagi membahayakan negara. Juga bukan perkara korupsi. Bukan perdagangan manusia. Bukan pembunuhan. Bukan semua hal yang layak masuk interpol.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Aceh Only
Maka pihak keamanan Singapura dan Malaysia tidak mau menangkapnya. Pernah Vier akan ditangkap polisi Indonesia. Yakni ketika Vier berada di kapal berbendera Inggris di dermaga Singapura. Polisi Singapura mengancam: akan menangkap si penangkap kalau penangkapan itu dilakukan.
Dulu kita sering marah ke Singapura: mengapa Singapura tidak kunjung mau menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Ternyata ada alasan yang masuk akal: apakah hukum di Indonesia sudah berlaku sebagaimana layaknya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Aceh U-Hansa
Vier pun tinggal di Malaysia. Di Kuala Lumpur. Anak-anaknya sekolah di sana. Ngaji di sana. Bahkan ia ketularan pakai nama gaya Malaysia: bin siapa. Mulailah ia pakai nama panggilan Vier bin Abdul Jamal. Vier Abdul Jamal.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News