
“Di cabang Hong Kong".
"Mau!"
Lima tahun Vier di Hong Kong. Di perusahaan Amerika itu. Ia tergabung dalam tim IPO di Hong Kong. Ia menjadi banyak tahu soal go public. Ia tahu seluk beluk saham dan permainannya. Ia mengasah intuisi di turun naiknya harga saham.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Zaytun Menara
Tahun 2009, saham Bank BNI tinggal di kisaran Rp 300/lembar. Jatuh dari kisaran Rp 6.000. Krisis moneter melanda dunia perbankan saat itu, dimulai dari Amerika.
Saat itulah Vier menyelam ke dalam badai. Ia melihat tidak mungkin saham BNI turun lagi. Ia tahu utang BNI hanya USD 30-an juta. Terlalu mudah menyelesaikannya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Aceh Only
Vier pun meyakinkan lima perusahaan keuangan terbesar di pasar modal. Ia tampilkan hitungannya. Masuk akal. Deal. Salah satu dari lima besar itu percaya padanya. Dimasukilah BNI.
Dalam 10 hari harga saham Bank BNI naik menjadi Rp 1.200/lembar. Ia menghitung betapa besar gain yang didapat: Rp 1,6 triliun. Dibagi-bagi pun ia masih mendapat ratusan miliar rupiah.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Aceh U-Hansa
"Saya telepon Maya. Saya minta Maya datang ke Hong Kong. Dada saya sesak. Saya begitu bingung menghitung berapa banyak uang yang saya dapat," ujarnya Minggu sore lalu. Vier jadi orang kaya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News