
GenPI.co - Aktivis HAM, Tunggal Pawestri mengajak netizen Indonesia kompak untuk menandatangani petisi menolak revisi RUU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Lewat laman change.org, ia meminta Presiden Joko Widodo menggagalkan RKUHP pada sidang paripurna DPR, 24 September mendatang.
Dalam tuntutan petisi tersebut, Tunggal menyoroti beberapa hal penting. Di antaranya pasal-pasal hukum pidana KUHP yang dinilai asal-asalan dan tak masuk akal. Seperti perempuan korban pemerkosaan yang terbukti mengugurkan kandungannya akan dihukum dan dikenai denda.
“Sekarang nih kita nggak bisa cuek-cuek lagi. Karena siapa aja bisa dipenjara. Saya, kamu, keluarga kita, temen-temen kita, gebetan kita. #SEMUABISAKENA,” tulisnya di keterangan petisi.
BACA JUGA: Ingin RUU PKS Segera Disahkan, API Kartini Ajak Perempuan Bersatu
Selebihnya ia menegaskan terdapat 11 poin di RUU KUHP yang ‘ngaco’ dan berpotensi memunculkan kriminalisasi terhadap masyarakat dengan ancaman hukuman denda dan penjara. Selain korban perkosaan, mereka yang dianggap kriminal adalah perempuan yang kerja dan harus pulang malam, perempuan yang mencari roommate beda jenis kelamin untuk menghemat biaya, dan pengamen.
Selain itu, ada sederet kaum minoritas yang terkena hukuman seperti tukang parkir, gelandangan, disabilitas mental yang ditelantarkan, jurnalis atau netizen yang mengkritik presiden, orang tua yang menunjukkan kondom, anak yang diadukan berzina oleh orang tua, hingga mereka yang melanggar 'hukum adat yang hidup di masyarakat'.
“Coba "hukum yang hidup di masyarakat" itu apa? Ga jelas! Rumusan di RKUHP pun tidak pasti, dan juga Pemerintah mengakui belum punya penelitian soal ini loh! Ga bener banget kan!,” jelasnya.
Selain itu, petisi ini juga mengkritik soal RUU KUHP yang meringankan hukuman koruptor yang memperkaya diri sendiri dari empat tahun menjadi dua tahun.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News