
Di RUU itu pendidikan dibagi tiga: formal, nonformal, dan informal. Yang formal Anda sudah tahu. Yang nonformal dibedakan dengan yang informal.
Pengasuhan anak, pendidikan kecakapan hidup, kursus, BLK, diklat, kajian kitab kuning, diniyah, kajian Alquran, sekolah Minggu Buddha, semua diakui sebagai pendidikan non formal.
Tapi pengajian dan sekolah minggu Kristen masuk informal. Nonformal adalah: terstruktur, terlembaga, ada izin dan bisa dihitung sebagai pemenuhan wajib belajar. Sedang informal: tidak semua itu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Xi Jinping: Kudeta Sepi
Yang juga menarik adalah soal tenaga pengajar. Selama ini banyak orang yang menjalankan peran sebagai pendidik tidak diakui sebagai guru: konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator.
Anehnya hanya guru yang harus sertifikasi dan mendapat tunjangan. Yang lain tidak. Apa bedanya. Di bidang kurikulum tidak banyak perubahan. Yang berubah soal pelajaran kewarganegaraan. Yang lama: pelajaran kewarganegaraan wajib tapi Pancasila tidak.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Golf: PGA LIV
Di RUU ini Pancasila menjadi wajib. Demikian juga agama. Termasuk bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya, keterampilan, muatan lokal, dan olahraga.
Dengan diwajibkannya pelajaran agama maka tidak akan ada peluang murid untuk minta dispensasi tidak ikut pelajaran agama apa pun. Di sini, agama sebagai hak individu meningkat menjadi wajib.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Donald Trump: Putusan Otak
Intinya di RUU ini ada pengakuan bahwa pembelajaran itu berbeda dengan pendidikan. Pendidikan hanya bagian dari pembelajaran.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News