
Menjelang HUT ke-2 RI, Presiden Soekarno memerintahkan ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar untuk menyiapkan pengibaran bendera di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Mayor Husein Mutahar berpendapat sebaiknya pengibaran bendera dilakukan oleh para pemuda Indonesia.
Lantaran masih dalam keadaan darurat, maka Husein Mutahar hanya menunjuk 5 orang pemuda yang terdiri dari 3 orang putri dan 2 orang putra sebagai perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
BACA JUGA: Mengenal Kebun Binatang Bandung dari Ahli Sejarah UPI
Pada pertengahan Juni 1948, setelah misi penyelamatan bendera pusaka selesai dilakukan oleh Husein Mutahar, dia tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.
Pada 1967, Husein Mutahar yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk menangani kembali masalah pengibaran bendera pusaka dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta.
BACA JUGA: Mengedukasi Sejarah di Komunitas Malam Museum
Sejak saat itu, pasukan pengibaran terdiri dari 3 kelompok yakni, kelompok 17 sebagai pengiring depan, kelompok 8 sebagai pembawa bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal. Tiga kelompok tersebut merupakan simbol tanggal Proklamasi Indonesia.
Nama pasukan pengibar bendera baru muncul pada tahun 1973. Idik Sulaeman sebagai pembina pasukan pengibar bendera mengusulkan nama Pasukan Pengibar Bendera atau Paskibra.
BACA JUGA: Diperingati Tiap 6 Juli, Hari Ciuman Sedunia Punya Sejarah Unik!
Kini, setiap kali upacara bendera di hari kemerdekaan Indonesia, para Paskibraka nasional ditugaskan untuk mengibarkan Sang Bendera Pusaka.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News