
"Dahlan, ikam jangan bikin koran di Banjarmasin lah," pinta Djok pada saya.
Ia tidak ingin B-Post punya pesaing kelas berat. Saya baru berani mendirikan koran di Banjarmasin setelah Djok sendiri menjual B-Post ke Kompas.
Telat. Gara-gara tenggang rasa dengan teman itu saya telat masuk Kalsel. Saya pun tidak pernah berhasil mengalahkan B-Post.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Reshuffle Kabinet: Dua Tinggi
Kisah yang sama terjadi di Denpasar, Bali, dan di Bandung. Saya tidak bikin koran di dua kota itu.
Saya diwanti-wanti teman sekelas saya yang jadi wartawan di Bali Post: jangan bikin koran di Bali.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Jokowi Marah: Katalog Offline
Saya juga diminta Pak Atang Ruswita, pendiri Pikiran Rakyat yang saya hormati, agar jangan masuk Bandung.
Itulah sebabnya saya juga telat bikin koran di Bali dan Bandung. Yakni setelah teman sekelas saya itu tidak bekerja lagi di Bali Post. Juga setelah Pak Atang Ruswita meninggal dunia.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Minum Kopi: Jahat Enak
Kini persaingan seperti itu tidak diperlukan lagi. Yang menyaingi dan yang disaingi sudah sama-sama sulit. (Dahlan Iskan)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News