
Setahun berselang, pada 1999, dia memutuskan menempuh jenjang S-3 di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair). Pada 2003, ayah enam anak itu berhasil meraih gelar doktor. Disertasinya berjudul Eksistensi, Kedudukan, dan Fungsi Kepolisian dalam Organisasi Negara RI Dikaitkan dengan Prinsip Good Governance. Kali ini dia banyak mengkritisi kepolisian. Bahkan, melalui disertasinya itu, dia sempat dipanggil Wakapolda Jatim. "Beliau meminta penjelasan tentang isinya. Memang, kan ini kritik yang bagus," tuturnya.
Yang membanggakan, prestasi akademiknya sejalan dengan pangkat di kepolisian yang terus menanjak. Akhir 2003, Sadjijono sudah bergelar komisaris polisi (kompol). Dia bertutur, karya ilmiah yang ditelitinya itu ditulis atas keprihatinannya kepada dunia kepolisian. Meski TNI-Polri telah dipisahkan, citra korps baju cokelat kerap dipersepsikan negatif. Padahal, menurut Sadjijono, polisi sebenarnya memiliki fungsi yang mulia (officium nobele). "Memang ini tidak terlepas dari perilaku oknum polisi yang buruk," ungkapnya seperti dilansir penuh dari Ubaya
Suami Luluk Wigati itu membagi polisi dua fungsi. Pertama, fungsi protagonis. Yakni, polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Sayangnya, misi itu sering tercoreng oleh ulah polisi sendiri. Salah satunya, tecermin dari sikap polisi lalu lintas di jalan raya yang terkesan mencari kesalahan pengendara. Ujung-ujungnya, tilang. Padahal, imbuhnya, seharusnya korps tersebut harus mengedepankan fungsi pengayom dan pelindung yang dimiliknya.
Di sisi lain, ada fungsi antagonis. Yakni, fungsi kepolisian dalam rangka penegakan hukum. Saat ini, menurut dia, sebagian masyarakat justru menganggap kehadiran polisi menjadi momok yang menakutkan. Image polisi adalah penangkap, penindak, dan penghukum.
Dalam pandangan Sadjijono, polisi seharusnya bekerja untuk mengawal cita-cita hukum dalam menjalankan tugasnya. "Apa cita-cita hukum? Ya tercapainya rasa keadilan," imbuhnya.
Dari waktu ke waktu tekad Sadjijono untuk fokus mengembangkan keilmuan makin besar. Pada 2006, dia memutuskan untuk mengajukan surat permohonan pindah dari Polri menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Salah satu pertimbangannya, dia ingin objektif dalam memberikan kritik kepada korpsnya. "Saya ingin bebas mengkritik tanpa ada beban," tuturnya, lantas tertawa.
Keinginannya terpenuhi. Tepat 1 Juni 2007, Sadjijono resmi beralih status dari anggota Polri menjadi PNS di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Di bawah naungan Kopertis Wilayah VII, dia diperbantukan untuk mengajar di FH Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara).
Dia merasa beruntung alih status tersebut dilakukan tanpa hambatan yang berarti. Sebab, semua syarat sudah dikantongi. Di antaranya, harus bergelar doktor dan memiliki jabatan minimbal lektor. Apalagi, sebulan berselang dia mendapat surat rekomendasi dari Kapolda Jatim dan Kapolri.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News