
"Berdasarkan uji coba pengurangan sampah plastik yang sudah dilakukan dengan pola plastik berbayar, terjadi penurunan penggunaan kantong plastik hingga 55% di supermarket. Ini menunjukkan bahwa upaya untuk mengajak masyarakat mengurangi penggunaan kemasan plastik secara efektif dapat mengurangi imbulan sampah plastik,” simpulnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun angkat bicara. Menurutnya permasalahan sampah merupakan musuh pariwisata. Apa lagi sampah yang berada di lautan. Terlebih sampah-sampah tersebut bukan berasal dari Indonesia saja.
"Penyelam asal Inggris, Rich Horner, di laman Facebook-nya pada 3 Maret 2018, memposting video menemukan banyak sampah ketika ia menyelam. Kendati demikian, Horner memberikan keterangan tambahan bahwa saat dia menyelam di lokasi yang sama keesokan harinya, dia tidak lagi menjumpai lautan sampah tersebut," kata Menpar.
Dijelaskan Menpar, Horner juga berpendapat sampah-sampah plastik tersebut bisa jadi bukan hanya dari Indonesia. Hal ini terindikasi dari sejumlah kemasan dan sampah plastik yang ditemukan bukan berasal dari lokasi setempat.
Karena tidak ada sungai yang mengalir ke Nusa Penida. Dia juga menyatakan sampah plastik tersebut terbawa arus hingga ribuan kilometer dan bisa saja berasal dari Asia Tenggara.
Pendapat Horner diperkuat analisis pakar Oceanografi dari Pusat Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan Dr. Widodo Pranowo. “Berdasarkan pola arus pada akhir Februari hingga awal Maret, arus yang memasuki selat Lombok pada periode ini berasal dari arah utara, yaitu dari arah Selat Makassar dan Laut Jawa.Arus yang berasal dari Selat Makassar lebih kencang dan bergerak menuju ke selatan, masuk ke Selat Lombok dan melewati kawasan perairan Nusa Penida. Jadi ini merupakan problem bersama, bukan hanya Bali atau Indonesia,” ucapnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News