GenPI.co - Seksolog klinis Zoya Amirin menyebut, labelisasi hiper di ranjang kerap kali dialamatkan kepada wanita ketimbang pria.
Hal ini dikatakannya dalam sebuah rekaman video bincang yang diunggah ke YouTube pribadinya pada Agustus 2020 silam.
Label hiper ini diberikan oleh para pria yang tidak mampu memenuhi keinginan pasangannya di ranjang.
“Misalnya wanita meminta hubungan kepada pasangannya dan si pria nggak mau kasih, atau di berpikir; ‘kok dia minta lebih banyak dari aku?’ Egonya jadi terganggu,” beber Zoya.
Padahal menurutnya, labelisasi hiper itu tidak bisa diberikan begitu saja berdasarkan indikator itu di atas.
Seksolog lulusan UI ini lebih lanjut mengatakan, untuk mendiagnosa seseorang memiliki kecenderungan hiper, maka para psikolog biasanya mencari tahu apakah dia memiliki gangguan bipolar.
“Bipolar adalah gangguan di mana seseorang tidak merasakan mood yang biasa saja, lantaran ada masalah dengan neurotransmitter-nya,” kata dia.
Menurut dia, orang-orang dengan gangguan itu sering dilaporkan memiliki masalah hiper di ranjang.
“Mereka meminta secara paksa kepada pasangan untuk memenuhi hasrat,” katanya.
Zoya melanjutkan, kebanyakan obat-obatan yang dikonsumsi orang yang memiliki gangguan bipolar tidak bisa serta merta bisa membuatnya mengelola hubungan dan bahkan mengelola kehidupan di ranjang.
“Obat itu hanya membantu mereka memiliki suasana hati dan emosi yang lebih stabil,” tambah dia.
Selanjutnya, kondisi hiper di ranjang pada orang-orang bipolar makin berbahaya ketika berada dalam momen promiskuitas.
“Ini adalah satu episode di mana orang dengan bipolar merasa dirinya sangat ekstrem, termasuk kemarahannya, dan sebagainya,” katanya.(*)
Zoya mengatakan, yang paling sering menyertai kondisi ini adalah hiper di ranjang.
“Pada wanita, kondisi ini membuat mereka menginginkan aktivitas ranjang yang lebih sering, termasuk perselingkuhan, dan perzinahan yang hampir pasti tanpa pilih-pilih” ucap Zoya Amirin.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News