GenPI.co— Beberapa waktu yang lalu, saya berkunjung ke Desa Bawomataluo, desa budaya yang berada di Teluk Dalam, Nias Selatan, Provinsi Sumatra Utara.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Nias, kurang lengkap rasanya seandainya tidak berkunjung ke Desa Bawomataluo.
Selama ini Desa Bawomataluo sangat terkenal diantara para wisatawan lokal dan mancanegara.
Omo Sebua (rumah raja) dan atraksi lompat batu, merupakan ciri khas Desa Bawomataluo.
Bawomataluo dalam bahasa Nias mempunyai arti bukit matahari, sesuai dengan letak Desa Bawomataluo yang dibangun di atas bukit semenjak ratusan tahun yang lalu.
Desa ini merupakan salah satu desa tradisional yang masih bertahan sampai pada saat ini.
Pada 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Desa Bawomataluo sebagai cagar budaya nasional.
Sebelum tiba di Desa Bawomataluo, terlebih dulu kita harus melewati 88 anak tangga, karena lokasinya berada di ketinggian 270 meter di atas permukaan laut.
Baca juga: Atraksi Lompat Batu Kolosal di Pulau Nias
Jika sudah sampai desa tersebut, kamu langsung merasakan udara yang sejuk.
Dari sini, juga bisa melihat pemandangan Pantai Sorake dan Lagundri dari kejauhan.
Seluruh permukaan tanah di Desa Bawomataluo dilapisi batu kali yang disusun secara rapi, membentang di antara rumah yang berhadapan.
Setelah saya berjalan beberapa puluh meter, terdapat satu batu besar yang mempunyai tinggi 2,1 meter, dan batu kecil sebagai tempat pijakan kaki.
Batu ini lah yang digunakan tempat atraksi lompat batu yang disebut fahombo atau hombo batu.
Omo Sebua
Tepat di depan batu besar terdapat sebuah Omo Bale yang berfungsi sebagai tempat pertemuan. Omo Bale mempunyai arti rumah balai.
Sepintas saya memperhatikan denah rumah bale menyerupai persegi panjang dengan empat kolom besar di tengah.
Di tempat ini, ada batu-batu besar sebagai tempat duduk ketua adat atau bangsawan. Omo Bale tidak memiliki dinding penutup.
Setelah beberapa saat berada di Omo Bale, saya berpindah ke Omo Sebua yang artinya rumah raja.
Ketika gempa terjadi pada 2005, rumah raja tetap berdiri kokoh.
Tepat di depan Omo Sebua, terdapat meja batu lengkap dengan kursi yang juga dari batu (daro-daro atau harefa) serta beberapa menhir.
Batu yang menjulang tinggi adalah batu faulu (batu tanda menjadi raja), di sampingnya batu Loawo dan Saonigeho.
Untuk bisa sampai di Omo Sebua, kamu terlebih dulu mesti melewati satu lorong, dan kembali harus naik tangga.
Saya berjalan diantara tiang-tiang penopang. Semua itu menjadi senja yang tak terlupakan, di Desa Bawomataluo.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News