Uniknya Tradisi Pasa Hwal Milik Dayak Sa'ban

26 Oktober 2018 09:02

Festival Budaya Irau Malinau (FBIM) 2018 adalah pesta budaya Dayak. Kearifan lokal suku di Kalimantan itu diekspos habis. Salah satunya adalah tradisi budaya Pasa Hwal milik Dayak Sa’ban.

Pasa Hwal dipamerkan di Anena Pelangi Intimung, Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara). Pasa Hwal adalah proses suksesi kepemimpinan secara adat. Secara etimologi, Pasa Hwal berarti gulat tradisional masyarakat Dayak Sa’ban.

“Budaya Pasa Hwal ini sangat penting. Sebab, ini menjadi cara untuk mencari orang terkuat. Karakter pemberani untuk dijadikan pemimpin,” ungkap Ketum DPP Persekutuan Masyarakat Dayak Sa’ban Yefta Bartho.

Pasa Hwal dilakukan oleh pria dewasa Dayak Sa’ban. Apabila seorang pemimpin didapatkan, lainnya diangkat sebagai prajurit. Tugasnya menjaga dan mempertahankan desa dari serangan musuh. Mereka juga berperan sebagai pasukan Mengayau. Bartjo menambahkan, warga desa memerlukan seorang sosok yang kuat untuk memimpin.

“Kami mencari figur yang kuat dari budaya ini. Pasa Hwal banyak menampilkan kekuatan. Sebab, hanya yang terbaiklah yang berhak menjadi seorang pemimpin,” lanjut Bartho lagi.

Baca juga: Kalung Raksasa Ani Ka’bo Diganjar MURI

Budaya Pasa Hwal berawal dari persaingan dua bersaudara. Persaingan jadi pemimpin diawali dari lombat batu tinggi dengan bambu runcing tajam di bagian bawahnya. Atraksi ini disebut juga sebagai Sa’ban Telmeh. Pemenangnya adalah yang bisa melompati batu tersebut. Rintangan ini dimenangkan oleh sang adik. Namun, sang kakak ingin membalas kekalahan melalui Pasa Hwal (gulat). Lagi-lagi sang adik jadi pemenangnya.

Bartho menambahkan, etnis Dayak Sa’ban sangat menghormati tradisi dan sejarahnya. “Ada banyak tradisi yang dipertahankan. Sebab, kami ini menghormati sejarah. Semua masih tersimpan dan menjadi identitas kami,” lanjutnya.

Masyarakat Dayak Sa’ban sendiri terus hidup dengan tradisinya. Potongan rambutnya khas. Mereka hanya menyisakan rambut panjang di bagian atas dan belakang kepala. Rambut di atas telinga dibersihkan melintang lurus ke belakang. Untuk busana, pada momen tertentu mereka mengenakan Talun. Atau busana dari kulit kayu.

Untuk kaum wanita, memakai gelang ulau yang berwarna putih. Pada lengan dan betis wanita yang menikah ditato dengan motif tertentu. Ada pesan spiritual yang ingin disampaikan. Apabila pemiliknya meninggal, tato ini akan memberi petunjuk dalam kegelapan menuju cahaya terang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co