GenPI.co - HID memberikan gambaran tren teknologi biometrik yang akan terjadi pada 2025.
Industri biometrik global terus berkembang dengan cepat seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi ini di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan dari GII Research, nilai pasar biometrik global pada 2024 diperkirakan akan mencapai USD 45,89 miliar (Rp721 triliun) dan terus tumbuh hingga mencapai USD 83,23 miliar (Rp1.309 triliun) pada 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) sebesar 16 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa biometrik kini memainkan peran yang makin krusial dalam mendukung keamanan dan efisiensi operasional di berbagai sektor.
Dikenal sebagai perusahaan solusi identitas, HID memproyeksikan sejumlah tren biometrik yang akan mendominasi tahun 2025.
Salah satunya seperti otentikasi multimodal, otentikasi publik tanpa hambatan, deteksi keaktifan, dan biometrik berbasis tepi (edge biometrics).
Berikut adalah tren-tren utama dalam industri biometrik di Indonesia yang diperkirakan akan terus berkembang dari rilis yang diterima GenPI.co, Rabu (13/11).
1. Adaptasi Otentikasi Multifaktor (MFA)
Biometrik fingerprint tetap menjadi pilihan utama. Namun, tren menunjukkan bahwa teknologi otentikasi multifaktor (MFA) yang menggabungkan beberapa jenis biometrik, seperti pengenalan wajah, suara, iris mata, dan gaya berjalan (gait recognition) akan makin diadopsi, terutama dalam industri perbankan dan fintech.
Misalnya, bank nasional seperti BNI dan BRI telah mengimplementasikan fingerprint dan face recognition pada aplikasi mobile banking mereka untuk memberikan keamanan lebih tinggi kepada nasabah.
Dengan mengintegrasikan lebih dari satu faktor biometrik, bank dapat meningkatkan perlindungan terhadap ancaman penipuan dan memperkuat sistem keamanan yang maksimal bagi para pengguna.
Diperkirakan bahwa makin banyak perusahaan akan mengadopsi metode otentikasi berlapis ini untuk memastikan keamanan data dan kenyamanan pengguna.
2. Otentikasi Bebas Hambatan di Ruang Publik
Pemanfaatan biometrik juga terus meningkat di ruang publik, seperti bandara, stadion, dan perbatasan antarnegara.
Dengan teknologi otentikasi berbasis biometrik, proses identifikasi dapat berjalan cepat dan tanpa hambatan fisik, memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Beberapa bandara dan pelabuhan di Indonesia telah mengintegrasikan teknologi face recognition untuk mempercepat pemeriksaan keamanan dan mengurangi antrean.
Contoh nyatanya adalah sistem Autogate di Pelabuhan Ferry Batam Centre, yang menggunakan kamera face recognition HID U.ARE.U.
Teknologi ini memungkinkan verifikasi identitas otomatis yang tidak hanya cepat, melainkan juga meningkatkan kenyamanan bagi para pelancong.
Sistem ini juga terhubung dengan database internasional seperti Interpol, yang membantu meningkatkan keamanan nasional dengan mendeteksi identitas para pengunjung.
3. Deteksi Keaktifan Langsung sebagai Pencegahan Penipuan
Penipuan berbasis biometrik menjadi perhatian utama dalam keamanan digital.
Teknologi deteksi keaktifan langsung (liveness detection) akan makin penting, di mana verifikasi dilakukan melalui respons langsung pengguna, seperti kedipan mata atau instruksi tertentu, untuk memastikan bahwa input biometrik benar-benar berasal dari orang asli.
Deteksi keaktifan ini akan diimplementasikan pada sektor keuangan dan e-commerce untuk meningkatkan keamanan saat transaksi digital.
Beberapa perusahaan fintech di Indonesia telah mengadopsi metode ini untuk mengurangi risiko penipuan identitas.
Dengan teknologi ini, pengguna dapat merasa lebih aman karena akun mereka terlindungi dari akses tidak sah.
4. Biometrik Tepi (Edge Biometrics)
Dengan kemajuan teknologi edge computing, pemrosesan biometrik kini dapat dilakukan langsung pada perangkat (di sisi pengguna) tanpa perlu mengirim data ke server terpusat.
Teknologi ini memberikan beberapa manfaat penting, seperti pengurangan latensi, peningkatan privasi, dan otentikasi yang dapat dilakukan secara offline.
Teknologi ini telah banyak diterapkan pada sistem kunci pintar (smart lock) di pengembangan properti, serta di pusat perbelanjaan yang menggunakan analitik video berbasis pengenalan wajah untuk memperkuat keamanan.
Di Indonesia, penerapan teknologi biometrik tepi juga mulai diterapkan pada sektor transportasi.
Salah satunya adalah sistem tilang elektronik (ETLE) yang diterapkan oleh Korlantas Polri menggunakan face recognition untuk mengidentifikasi pelanggar lalu lintas secara otomatis.
Dengan pemrosesan data yang tidak tersimpan di server terpusat, teknologi ini melindungi privasi pengguna sekaligus meminimalkan kebutuhan koneksi internet yang stabil.(*)
Penulis: Landy Primasiwi
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News