GenPI.co - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan hasil Pilkada Jawa Timur 2024 yang diajukan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim Nomor Urut 3 Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta (Risma-Gus Hans).
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo yang membacakan putusan dismissal perkara Nomor 265/PHPU.GUB-XXIII/2025 di Ruang Sidang Gedung I MK, Jakarta, Selasa (4/2).
MK menyebut dalil-dalil yang diajukan Risma-Gus Hans tidak beralasan menurut hukum.
MK juga membeberkan Risma-Gus Hans dinilai tidak memenuhi syarat ambang batas selisih suara untuk mengajukan gugatan sengketa pilkada.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Salah satu dalil Risma-Gus Hans yang dipakai adalah adanya dugaan manipulasi persentase perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dalam Sirekap.
Risma-Gus Hans menyoal lantaran persentase suara Khofifah-Emil stabil pada angka 58,54% di Pilkada Jawa Timur 2024.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menegaskan persentase suara di Sirekap yang stabil di angka tertentu bukan tidak mungkin terjadi.
Akan tetapi, kondisi ini tidak bisa dimaknai terjadinya manipulasi data.
Sirekap berbasis pada data riil dari tempat pemungutan suara (TPS).
Data ini disesuaikan dari data penghitungan atau rekapitulasi berjenjang.
Di sisi lain, data yang masuk pada sistem ini juga tidak bisa diatur sedemikian rupa.
Jika ada anomali atau kendala teknis pada Sirekap dan selama tidak dapat dibuktikan ini memengaruhi perolehan suara pasangan calon, maka tidak terbukti manipulasi yang didalilkan.
Selain itu, Risma-Gus Hans juga mendalilkan adanya pengurangan suara milik mereka.
Sebaliknya, mereka menilai ada penambahan suara Khofifah-Emil.
Dalil keduanya dikaitkan dengan tingginya partisipasi pemilih yang mencapai 90–100% dari daftar pemilih tetap.
Begitu pula ketidaksesuaian antara jumlah pemilih pilgub dan pilbup/pilwakot dan perolehan suara keduanya kurang dari 30 suara bahkan nihil di sejumlah TPS.
MK pun mengakui bukti-bukti yang diajukan Risma-Gus Hans memperlihatkan tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi.
Ada juga ketidaksesuaian antara jumlah pemilih pilgub dan pilbup/pilwako di beberapa TPS hingga perolehan suara mereka yang sangat rendah di beberapa TPS.
“Namun, pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa fenomena tersebut terjadi secara melawan hukum. Kalau pun benar terjadi, bagaimana proses terjadinya dan siapa yang melakukan manipulasi demikian?” tegas Saldi.
Selanjutnya, MK menegaskan dalil Risma-Gus Hans soal penyaluran bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) menguntungkan elektabilitas pasangan calon tertentu tidak beralasan menurut hukum.
Hal ini hanya akan menjadi asumsi kecuali dibuktikan oleh Risma-Gus Hans.
MK pun berpendapat tidak terdapat alasan untuk mengenyampingkan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Pilkada sebagai syarat formil bagi Risma-Gus Hans mengajukan gugatan.
Apabila merujuk Pasal 158 Undang-Undang Pilkada, jumlah selisih suara antara Risma-Gus Hans dan Khofifah-Emil, sebagai pasangan calon peraih suara terbanyak, semestinya tidak lebih dari 103.663 suara.
Angka itu didapat dari hasil 0,5% dikali 20.732.592 suara (total suara sah).
Faktanya, selisih suara Risma-Gus Hans dan Khofifah-Emil mencapai 5.449.070. Ini berdasarkan penghitungan suara yang ditetapkan KPU Jatim.
Risma-Gus Hans mendapatkan 6.743.095 suara dan Khofifah-Emil memperoleh 12.192.165 suara.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News