GenPI.co - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, pembatasan jabatan presiden hanya dua periode memiliki alasan yang kuat.
Pasalnya, jika jabatan seorang presiden tidak dibatasi, maka dia akan melakukan penyimpangan kekuasaan.
BACA JUGA: Survei Pilpres 2024: Prabowo Wow, Anies- Ganjar Ketat, AHY Nongol
“Itu alat ukurnya tidak hanya soal siapa yang menjadi presiden, tapi juga apa godaan kekuasaan yang membuat seseorang merasa perlu melanjutkan kekuasaannya melewati batas yang ditentukan,” katanya dalam sebuah seminar daring, Kamis (12/3/2021).
Akademisi FH Universitas Andalas itu mengatakan, seharusnya semua pihak harus melihat dari dua kasus kepemimpinan Presiden Indonesia, yaitu Presiden Soekarno dan Soeharto.
“Bung Karno merupakan seorang demokrat sejati, tapi lama kelamaan tergoda juga berkuasa untuk seumur hidup,” ujarnya.
Padahal, menurut Feri, Bung Karno merupakan salah satu orang yang mengusulkan pembatasan jabatan kepresidenan dalam konstitusi.
Namun, ketika Bung Karno menjabat, dia akhirnya tergoda juga untuk dilantik seumur hidup.
BACA JUGA: Prabowo di Atas Angin, Ketum Partai yang lain Lewat
“Lalu, kita juga mengalami hal yang sama di era Pak Harto. Tiba-tiba, tafsir Pasal 7 UUD 1945 dipahami bahwa itu bukan dua kali, tapi bisa berkali-kali, asalkan dipilih dalam lima tahun sekali,” paparnya.
Pengamat hukum tata negara itu mengatakan bahwa menurut rumus dari ilmuwan politik, presiden merupakan raja yang dibatasi oleh konstitusi.
“Oleh karena itu, masa jabatan presiden memang godaaan tertinggi dari sistem presidensial. Apalagi, pemakzulan jabatan presiden juga tidak mudah, sehingga godaannya semakin tinggi,” jelasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News