GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun dan juru bicara presiden Fadjroel Rachman mendadak saling adu argumen perihal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Mereka berdua berdebat panas dengan mengungkit kasus yang dulu menjerat Komisaris Utama PT. Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam program Mata Najwa, Rabu (18/2).
BACA JUGA: Otak Kudeta Partai Demokrat Ternyata Bikin Melongo, Keliru Semua!
Perdebatan itu bermula setelah Direktur YLBHI Asfinawati mengatakan bahwa polisi selektif dalam menindaklanjuti laporan terkait UU ITE.
Menurutnya, polisi lebih cepat menindaklanjuti laporan dari orang-orang yang dekat dengan pemerintah.
Jika laporan tersebut disampaikan oleh oposisi, maka tindak lanjutnya akan lebih lama. Asfinawati mencontohkannya dengan menyebut kasus yang menjerat Ravio Patra.
Hal tersebut langsung ditepis oleh Fadjroel. Dia pun langsung mengungkit kasus yang menjerat Ahok pada 2016 lalu.
BACA JUGA: Mendadak Refly Harun Mengaku Takut, Istana Bikin...
"Bagaimana dengan kasus Ahok yang dekat dengan presiden? Dia dikenakan pasal 28 ayat 2 UU ITE oleh 14 kelompok masyarakat, divonis bersalah, dan 2 tahun dipenjara. Bagaimana pendapat Asfinawati terhadap kasus itu?" tanya dia.
Asfinawati menjawab bahwa pemerintah hanya mencari aman saja dan dirinya menyesalkan kasus itu terjadi.
"Saya merasa Ahok menjadi korban dalam kasus itu. Sebab, penodaan agama tidak bisa didekati dengan agama," ujarnya.
Refly Harun yang bergabung dalam diskusi mengatakan bahwa harus ada pembeda antara penghinaan dengan delik aduan maupun bukan.
Sebab, sebelum polisi menjatuhkan pidana, ada upaya lain untuk menyelesaikan masalah, seperti mediasi dan rekonsiliasi.
"Tapi, kalau bukan delik aduan, itu inisiatif polisi. Maka, polisi harus profesional, modern, dan terpercaya," paparnya.
Namun, Fadjroel menilai bahwa Refly ragu-ragu ketika ditanya perihal pendapatnya apakah Ahok itu korban atau bukan.
Refly menyanggah tuduhan Fadjroel dan mengatakan bahwa kasus Ahok itu bukan delik aduan. Refly juga menerangkan kondisi politik saat kasus itu terjadi.
"Kasus Ahok itu bukan delik aduan. Mas Fedjroel paham nggak?" kata Refly Harun.
"Karena kalau bukan delik aduan, dia diserahkan ke polisi. Makanya, saya katakan bahwa nuansa politik persaingan 2017-2019 ikut mewarnai semua ini. Polisi juga tidak bisa membedakan delik aduan dan delik umum, jadi tertukar dan bercampur baur antara penghinaan dan ujaran kebencian," beber Refly Harun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News