GenPI.co - Front Persatuan Islam (FPI) dibentuk oleh pentolan ormas Front Pembela Islam (FPI) beberapa jam setelah dibubarkan oleh pemerintahan Jokowi.
FPI terlahir kembali dengan hanya mengganti nama pada Rabu, 30 Desember 2020. Namun, dengan eksistensi FPI bisa diyakini Istana makin ngeri-ngeri sedap.
BACA JUGA: Politikus Cantik Top Makin Ngeri, Bikin Fadli Zon Mati Kutu
Melihat hal itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tegas mengancam akan membubarkan seluruh kegiatan Front Persatuan Islam di seluruh daerah di Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menegaskan, ormas tersebut sudah tidak memiliki legalitas dan payung hukum.
"Jika tidak mendaftarkan, artinya di sini ada kewenangan dari pemerintah untuk bisa melarang dan membubarkan," tegas Rusdi.
BACA JUGA: Impian 4 Shio Bakal Jadi Kenyataan, Siap-Siap Bergelimang Harta
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku merasa aneh dengan sikap kepolisian yang mengancam akan membubarkan seluruh kegiatan ormas Front Persatuan Islam.
Pernyataan tersebut disampaikan Refly Harun dalam kanal YouTube pribadinya
"Ini agak aneh rasanya kalau kita belajar hukum, terutama hukum tata negara yang terkait dengan konstitusi dan hak asasi manusia," kata Refly Harun, Rabu (6/1).
Menurut Refly, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberi putusan bahwa di Indonesia terdapat dua jenis organisasi kemasyarakatan (ormas), yaitu ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.
"Bahkan, ormas yang tidak berbadan hukum itu ada dua juga, ormas yang terdaftar di Kemendagri dengan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan ormas yang tidak mendaftar atau tidak terdaftar," ungkap Refly Harun.
Oleh karena itu, Refly Harun meminta aparat keamanan untuk memahami seluk-beluk ormas di Indonesia.
"Legalitasnya bukan dari penguasa, karena itu adalah HAM yang sudah melekat pada warga negara. Mereka berhak berserikat dan berkumpul, termasuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan," jelasnya.
Pernyataannya tersebut juga didukung oleh aturan baru MK yang menyatakan, bahwa ormas tidak terdaftar bukan berarti bisa dibubarkan.
"Eksistensi semua ormas itu tidak bergantung pada ada tidaknya pengakuan dari negara, melainkan dari kegiatan atau aktivitas ormas itu sendiri," jelas Refly Harun.
Refly Harun juga berharap agar aparat keamanan bisa memahami secara matang tentang konstitusi dan HAM.
"Supaya aparat tidak menggunakan bahasa kekuasaan untuk melakukan tindakan-tindakan yang justru bisa dikatakan melanggar hukum, HAM dan konstitusi," kata Refly Harun.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News