Pakar Hukum Top Ini Bongkar 6 Penguasa, FPI Bubar Terhormat

01 Januari 2021 09:40

GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun merespons sikap pemerintah Indonesia yang telah resmi membubarkan Front Pembela Islam (FPI) dan melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama organisasi tersebut. 

Keputusan tersebut sangat istimewa, sebab melibatkan enam pejabat top setingkat menteri dan menteri terkait.

BACA JUGA: Mahfud MD Kian Mengerikan, Musuh Pemerintah Dibikin Ampun-Ampunan

Adapun keenam Menteri tersebut adalah Mendagri Tito Karnavian, Menkum HAM Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.

"Luar biasa, betapa terhormatnya FPI karena keputusan melarangnya sebagai organisasi itu harus melibatkan enam pejabat menteri atau setingkat menteri," tegas Refly Harun, Rabu (30/12).

Kendati begitu, Dalam kanal YouTube-nya, Refly harun menganggap ada yang kurang. Yaitu Menteri Pertahanan. 

Menurutnya mungkin menteri pertahanan diajak akan tetapi tidak mau. Sebab, lebih aman kalau menteri pertahanan tidak ikut dalam keputusan tersebut.

BACA JUGA: Hoki Meledak Januari 2021, Rezeki 3 Zodiak Bakal Tak Terbendung

"Akan tetapi ada beberapa hal yang harus digaris bawahi. Bersikap adil itu memang tidak mudah, apalagi terhadap kelompok yang aspirasinya berbeda dengan mereka yang sedang berkuasa," bebernya.

Menurut Refly, harus dipahami bahwa Front Pembela Islam (FPI) memang kelompok yang selalu berbeda pendapat dengan pemerintah. 

Ia pun mempertanyakan mengapa presiden tidak mengeluarkan keputusan, sehingga harus ada enam menteri yang memutuskannya.

"Agar kemudian jelas, bahwa yang menghendaki pembubaran FPI adalah presiden republik Indonesia. Saya lihat misalnya alasan mengenai ini kita hormati keputusan bersama ini. Akan tetapi, menurut saya ada satu dua hal yang harus dibahas," jelasnya.

Menurut Refly, diktum satu memutuskan ini bermasalah dari sisi hukum. Sebab, organisasi kemasyarakatan eksistensinya tidak bergantung atau tidak digantungkan kepada pendaftaran. 

Tidak terdaftarnya sebuah organisasi kemasyarakatan tidak berarti organisasi tersebut bubar secara de jure.

"Kecuali organisasi itu sendiri yang membubarkan diri atau memang dibubarkan atau dilarang oleh pemerintah," jelas Refly Harun.

"Jadi kalau dikatakan, ketika tanggal 20 Juni 2019 belum mendapatkan izin pendaftaran Surat Keterangan Terdaftar (SKT), sesungguhnya itu tidak menentukan eksistensi organisasi ini secara de jure," pungkasnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Panji

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co