GenPI.co - Penganugerahan Bintang Mahaputera ternyata menjadi polemik berkepanjangan pada Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, Presiden Jokowi memberikan tanda jasa tersebut kepada orang-orang yang disinyalir memiliki keterkaitan erat terhadap langkah politik Istana.
BACA JUGA: Ade Armando Bongkar Ini, Habib Rizieq Nggak Level
Setelah memberikan tanda jasa kepada dua tokoh yang selalu nyaring mengkritiknya yakni Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Jokowi juga memberikan tanda jasa kepada Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo.
Hal itu dianggap untuk membungkam mereka yang selalu mengkritisi kebijakan Istana.
BACA JUGA: Fadjroel Rachman dan Ali Mochtar Ngabalin Dipecat Istana?
Satu lagi yang menjadi sorotan adalah permintaan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta terhadap enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengembalikan penghargaan Bintang Mahaputera yang diberikan Jokowi pada Rabu (11/11) lalu.
Melihat hal itu, dalam kanal YouTube-nya, Rocky Gerung berkomentar Istana telah mengobral sesuatu yang mulia.
"Istana mengobral sesuatu yang mulia itu. Jadi dangkal itu akibatnya. Mestinya, Istana memeriksa itu track records, tetapi Istana selalu menanggap bahwa ini adalah hak dari orang yang diberikan oleh negara," ujarnya.
BACA JUGA: Takdir Kaya Raya, 4 Shio Panen Hoki dan Rezeki Minggu Ini
Rocky Gerung mengatakan di belakang bintang kemahaputeraan tersebut ada prinsip moral dasar.
Di mana bintang tersebut seharusnya diberikan untuk memberikan apresiasi terhadap orang yang telah melampaui tugasnya.
"Itu tradisi militer pertama-tama sejak perang dunia pertama. Jadi seorang militer yang melakukan sesuatu melampaui batas tugasnya, dia dapat penghargaan," jelasnya.
Ia pun mencontohkan seperti Presiden yang apabila berjanji 7% pertumbuhan ekonomi dan melaksanakannya, ia tidak akan mendapatkan apa-apa karena memang sesuai dengan tugasnya.
Apabila ia mencapai 10% maka akan diberikan penghargaan, sebaliknya apabila di bawah apa yang ia janjikan, Rocky Gerung mengatakan ia akan mendapat kutukan.
"Ada tradisi untuk memberi penghargaan terhadap mereka yang melampaui batas normal. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) itu dievaluasi oleh siapa? Kan records-nya mesti diperiksa. Harusnya MK diawasi oleh shareholder. Yaitu masyarakat pengamat hukum," ungkapnya.
Menurut Rocky, jika masyarakat pengamat hukum tidak merasa penting untuk memberi penghargaan pada MK, Istana seharusnya membatalkan penghargaan itu.
Hal itu dikarenakan MK memberikan servis kepada publik jadi yang seharusnya menilai adalah publik bukan negara atau Presiden.
"LBH meminta dibatalkan karena memang ditemukan beberapa cacat moral hakim-hakim MK," pungkasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News