Jenderal Terseret Kasus Djoko Tjandra, KPK Tak Berani Ambil Alih

15 September 2020 10:30

GenPI.co - KPK dinilai tidak berani mengambil alih kasus Djoko Tjandra dari Kejaksaan Agung maupun Polri. Hal ini disampaikan oleh ICW dan menilai gelar perkara yang dilakukan oleh KPK tersebut merupakan ajang pencitraan. 

ICW memiliki pandangan KPK lambat dan tidak berani mengambil alih seluruh penanganan perkara yang melibatkan Djoko Tjandra. 

BACA JUGA: Gigit Jari Ditolak Prabowo, Menhan China Disambut Sultan Brunei

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan ada dua alasan mengapa ICW menilai KPK lambat dan tidak berani mengambil alih kasus tersebut. 

Pertama, ICW memperhatikan pernyataan Ketua KPK Komjen Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto yang terkesan normatif. 

Selain itu, ICW juga menyoroti pernyataan Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto saat menghadiri gelar perkara di Kejaksaan Agung. 

BACA JUGA: Ngeri! Bahaya Makan Daun Singkong Ternyata Sangat Mencengangkan

Kurnia mengatakan Karyoto saat itu menilai kinerja Kejaksaan Agung sangat bagus dan cepat. 

Persekongkolan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari jeratan hukum memang melibatkan banyak pihak. 

Mulai dari jenderal polisi, Kejaksaan Agung hingga pengacara dan politisi. 

BACA JUGATakdir Sabar, Zodiaknya Selalu Mengalah, Jadi Jangan Sia-siakan!

Kejaksaan Agung dan Polri kini tengah mengusut skandal hukum para pejabatnya demi meloloskan terpidana kasus cessie Bank Bali tersebut. 

Setidaknya, ada dua kasus yang membelit Djoko Tjandra, di luar kasus cessie Bank Bali.

Kasus pertama, tentang pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Jaksa Pinangki mengajukan diri kepada Djoko sebagai orang yang mampu mengurus hal tersebut. 

BACA JUGALuar Biasa, Khasiat Minyak Kayu Putih Ternyata Sangat Dahsyat!

Kasus kedua yakni ketika dalam pengurusan PK, Djoko Tjandra harus mendaftar sendiri ke PN Jakarta Selatan. Sementara identitasnya masuk ke dalam buronan interpol. 

Dalam kongkalikong ini, melibatkan dua jenderal polisi yakni Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai penerima suap. Kedua polisi ini bertugas ini Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.

Kurnia pun blak-blakan mengatakan gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Kejagung dan Polri seperti ajang pencitraan. 

Hal ini disebabkan publik berharap KPK mengambil alih penanganan kasus tersebut, tetapi tidak terjadi. 

Kurnia juga mengatakan gelar perkara yang terkesan dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra. 

Padahal publik memiliki harapan yang besar agar hasil akhir dari gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa KPK mengambil alih seluruh penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan kepolisian. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. 

Sementara itu, KPK menepis anggapan yang menyebut lembaga antirasuah itu tidak berani mengambil alih kasus Djoko Tjandra dari Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung. 

Hal itu disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam menanggapi kritik ICW yang menilai KPK hanya melakukan pencitraan saat gelar perkara bersama Bareskrim Polri dan Kejagung, namun tidak mengambilalih penanganan kasusnya. 

Ali menegaskan, pengambilalihan kasus dari aparat penegak hukum lain tidak boleh berdasarkan pada keberanian. Namun, harus berdasarkan aturan hukum yaitu Pasal 6, 8, dan 10A Undang-undang KPK. 

"Di sini adalah bagaimana cara berhukum yang benar tentu dengan mengikuti ketentuan uu yang berlaku yang dalam hal ini Pasal 6, 8 dan 10 A UU KPK," ujar Ali.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Mia Kamila

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co